Video game menjadi platform bagi para predator anak-anak untuk melancarkan aksi mereka. Foto: City Magazine
JAKARTA – Orang tua harus waspada dengan tren child grooming yang dilakukan lewat game online. Dampaknya bisa sangat berbahaya bagi anak-anak di bawah umur. Apa itu child grooming? Child grooming adalah proses di mana seorang predator membangun kepercayaan dan ikatan emosional dengan seorang anak. Tujuannya mengerikan: untuk eksploitasi seksual. Intinya, child grooming adalah taktik manipulatif yang dilakukan secara perlahan dan bertahap, sehingga anak sulit mengenali bahaya. Dan ini dilakukan lewat video game.
Kasus Child Grooming Viral di X Beberapa hari terakhir warganet sibuk membicarakan kasus child grooming di media sosial X (Twitter). Akun X @olafaa_ mengunggah utas (thread) berisi foto-foto cuplikan layar (screenshot) dari teks berkonotasi seksual antara seorang pria berumur dan korban yang diduga pelajar Sekolah Dasar berusia 12 tahun. “Korban adalah adik dari teman saya yang melaporkan kasus ini,” cuit @olafaa_. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebut bahwa kasus child grooming yang belakangan marak terjadi di Indonesia. “Tren terbaru dipicu kebiasaan masyarakat, terutama anak-anak yang kini sudah tidak bisa jauh dari penggunaan dan pengaruh gadget,” beber Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA. “Metode sekarang, predator menggunakan platform seperti game untuk menjalankan aksinya,” tambah Ratna sembari menyebut bahwa pornografi anak di media sosial juga marak. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar menyebut proses child grooming saat ini semakin mengkhawatirkan. Karena tersembunyi di fitur chat di dalam platform game/pribadi, memang child grooming relatif susah dilacak.
Predator Menormalisasi Konten Pornografi Proses child grooming bisa sangat panjang dan berlahan. Ini yang membuat korban acap terlena. Pertama, predator mencari anak-anak yang rentan. Mungkin mengalami kesulitan di rumah, kesepian, atau ingin diperhatikan. Platform game menjadi media yang ideal. Kemudian, predator berusaha membentuk ikatan dengan anak. Misalnya berpura-pura jadi teman, berempati dengan masalah mereka, dan memberikan perhatian serta pujian. Predator lantas menawarkan pengertian, bantuan, atau hadiah untuk memenuhi kebutuhan emosional atau fisik anak. Terakhir, predator perlahan memperkenalkan percakapan seksual atau materi pornografi, menormalkan perilaku ini dan mengikis hambatan anak. Dan akhirnya terjadi kontak fisik, ataupun eksploitasi online.