Home Berita Caleg Koruptor Berusaha Menyembunyikan Status Hukum Mereka

Caleg Koruptor Berusaha Menyembunyikan Status Hukum Mereka

0

Sejumlah mantan narapidana kasus korupsi ditetapkan sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI untuk Pemilu 2024. Namun, 18 di antaranya menyembunyikan status hukumnya sehingga tidak bisa dilihat oleh pemilih.

Informasi itu diketahui setelah Republika menelusuri daftar calon tetap (DCT) anggota DPR di laman resmi KPU RI pada Jumat (10/11/2023). Penelusuran dilakukan dengan mengecek satu per satu profil 27 caleg mantan narapidana korupsi yang diungkap oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dari hasil penelusuran tersebut, terungkap bahwa 10 caleg eks koruptor tidak menampilkan seluruh riwayat hidupnya, sehingga status hukum 10 orang itu juga tidak bisa dilihat. Ada pula tujuh caleg eks koruptor yang membuka riwayat hidupnya, namun menutupi status hukumnya. Sementara itu, satu caleg eks koruptor lainnya justru berbohong soal status hukumnya.

Sejumlah nama caleg eks koruptor yang tidak menampilkan seluruh riwayat hidupnya antara lain Teuku Muhammad Nurlif (Partai Golkar), Syahrasaddin (Golkar), Wendy Melfa (Golkar), Iqbal Wibisono (Golkar), A.M. Nurdin Halid (Golkar), Bernard Sagrim (Golkar), Abdillah (Partai Nasdem), Evy Susanti (Partai Demokrat), Lukas Uwuratuw (Demokrat), dan Thaib Armaiyn (Demokrat).

Selain itu, ada pula calon anggota DPR RI eks koruptor yang membuka riwayat hidupnya, namun menutupi status hukumnya. Mereka antara lain Asep Ajidin (PDIP), Mochtar Mohamad (PDIP), Rokhmin Dahuri (PDIP), Al Amin N Nasution (PDIP), Sani Ariyanto (Nasdem), Hendra Karianga (Perindo), dan Soleman Sikirit (Perindo).

Salah satu mantan terpidana korupsi yang menjadi caleg DPR RI adalah Rahudman Harahap dari Partai Nasdem. Meskipun status hukum Rahudman sebenarnya terbukti melakukan korupsi dan menjalani hukuman penjara, namun di laman resmi KPU RI, status hukumnya disebutkan “Tidak Memiliki Status Hukum”.

Perludem dan DEEP menilai bahwa 18 caleg ini sudah tidak jujur kepada pemilih sedari awal. Mereka mencoba menyembunyikan status hukumnya agar bisa memenangkan pemilihan. Kedua lembaga ini juga menyoroti bahwa KPU seharusnya tidak meminta izin para caleg untuk membuka riwayat hidupnya, karena riwayat hidup adalah informasi publik.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Maman Abdurahman juga menyayangkan tidak ditampilkannya riwayat hidup semua caleg DPR dari Golkar, termasuk yang mantan terpidana, di situs resmi KPU. Dia berpendapat bahwa itu adalah kesalahan dari KPU.

Berdasarkan pernyataan ini, terlihat bahwa transparansi dan kejujuran dari para caleg terkait dengan status hukum mereka menjadi perhatian penting dalam proses pemilihan umum.

Exit mobile version