Home Berita Bawaslu: Jakarta Rentan Terhadap Kampanye SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian

Bawaslu: Jakarta Rentan Terhadap Kampanye SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian

0

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini meluncurkan hasil riset yang disebut Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tematik tentang kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian melalui media sosial. Riset ini menggunakan data pengawasan pemilihan kepala daerah sebelumnya dan Pemilu 2019, dan menemukan bahwa DKI Jakarta adalah provinsi paling rawan dalam hal ini. Komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menyatakan bahwa DKI Jakarta mendapatkan skor tertinggi, yaitu 75, sebagai provinsi yang paling rawan terjadi kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian melalui media sosial. Setelah DKI Jakarta, provinsi-provinsi yang termasuk dalam lima besar adalah Maluku Utara (skor 36,11), Kepulauan Bangka Belitung (34,03), Jawa Barat (11,11), Kalimantan Selatan (0,69), dan Gorontalo (0,69). Lolly menyebutkan bahwa DKI Jakarta selalu masuk dalam lima besar dalam berbagai isu kerawanan pemilu, seperti netralitas ASN dan politisasi SARA. Pada tingkat kabupaten/kota, menurut Lolly, Kabupaten Fakfak di Papua Barat dan Intan Jaya di Papua Tengah adalah kabupaten yang paling rawan terjadi kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian melalui media sosial pada Pemilu 2024. Posisi ketiga hingga kelima ditempati oleh Kabupaten Malaka, Kota Jakarta Timur, dan Kabupaten Purworejo. Lolly menjelaskan bahwa media sosial yang paling sering digunakan untuk melakukan kampanye tersebut adalah Facebook, WhatsApp, dan Twitter. Secara khusus, WhatsApp biasanya digunakan melalui keluarga atau komunitas terdekat. Dia juga menjelaskan bahwa konten kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian yang paling dominan di media sosial adalah foto, video, dan link berita yang ditambahkan dengan narasi intimidatif sehingga terkesan mengancam. Menurut Lolly, kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian melalui media sosial dapat menyebabkan polarisasi dan konflik dalam masyarakat di dunia nyata. Namun, penindakan terhadap kampanye semacam itu sulit dilakukan karena terbatasnya regulasi. Terutama sulit untuk menindak partai politik atau peserta pemilu karena sulit membuktikan afiliasi mereka dengan pelaku. Lolly mengatakan bahwa salah satu cara yang paling efektif untuk melawan kampanye semacam itu adalah dengan counter atau perlawanan. Berdasarkan hasil kajian ini, Bawaslu dan mitra kerjanya akan melakukan empat hal. Pertama, mereka akan membentuk satuan tugas yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, platform media sosial, penyelenggara pemilu, dan komunitas masyarakat untuk melawan konten kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian. Kedua, Bawaslu akan bekerjasama dengan banyak pihak untuk membuat konten yang berisi informasi valid sebagai upaya melawan konten tersebut. Ketiga, Bawaslu dan mitra kerjanya akan terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya kampanye yang berisi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian tersebut secara masif. Keempat, Bawaslu dan mitra kerjanya akan terus melakukan patroli pengawasan siber secara intensif untuk mencegah potensi politisasi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial.

Exit mobile version