Sunday, September 21, 2025

Pandangan Hukum dan Ekonomi Islam Terhadap Gerakan Boikot

Share

- Advertisement -

Serangan Israel terhadap penduduk Gaza yang telah menewaskan lebih dari 30 ribu jiwa sejak akhir Oktober 2023 hingga saat ini telah menimbulkan simpati dari warga dunia dan umat Islam secara khusus (Al Jazeera, 2024). Di tengah minimnya upaya diplomasi negara-negara di dunia untuk menekan Israel, sebagian besar penduduk dunia mulai mempertimbangkan untuk menekan negara Zionis tersebut secara ekonomi dengan cara memboikot produk-produk yang mendukung penjajahan Israel (Klein, 2024).

Gerakan boikot terhadap negara Israel bukan merupakan hal yang baru. Negara-negara Arab telah melakukan boikot terhadap Israel sejak konflik Arab-Israel terjadi. Pada tahun 1945, Liga Arab didirikan dengan salah satu tujuan utamanya adalah untuk menghambat perekonomian orang-orang Zionis dan pendukungnya (Losman, 1972).

Sanksi boikot yang dilakukan oleh Liga Arab pada saat itu telah sangat menghambat perekonomian Israel, karena banyak perusahaan yang enggan untuk berinvestasi di sana, termasuk perusahaan otomotif dari Jepang dan Korea (Fershtman & Gandal, 1998). Sanksi boikot tersebut mulai mereda pada tahun 1994 setelah ditandatanganinya perjanjian perdamaian Oslo, yang kemudian diikuti dengan kesepakatan dagang dengan beberapa negara Arab (Weiss, 2017).

Amerika Serikat aktif mendorong negara-negara Arab untuk meninggalkan undang-undang boikot yang disertai dengan ancaman sanksi anti-boikot kepada siapa pun yang melanggar (Kampeas, 2022). Panggilan untuk melakukan boikot semakin kuat di kalangan para ulama saat aksi-aksi penjajahan terus dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Al-Qardawi (2001) menyatakan bahwa seruan untuk memboikot produk-produk Israel dan Amerika Serikat adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim.

Boikot bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, terdapat contoh-contoh boikot yang dilakukan oleh sahabat beliau. Tindakan boikot atau muqatha’ah telah terjadi saat sahabat Tsumamah bin Utsal RA memboikot orang-orang Quraisy atas gandum dari negeri Yamamah, dan hanya akan memberikan gandum tersebut dengan izin dari Rasulullah SAW.

Selain itu, Rasulullah SAW juga membiarkan Abu al-Bashir dan kawan-kawannya yang melakukan aksi gangguan terhadap perdagangan orang-orang Quraisy. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa tekanan ekonomi dan perdagangan merupakan salah satu bentuk perlawanan yang diakui dan diperbolehkan dalam Islam.

Hukum berkaitan dengan jual beli atau berbisnis dengan non-Muslim, baik dalam keadaan damai maupun perang adalah diperbolehkan dalam Islam. Pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab RA, kerajaan Romawi menaikkan pajak bagi barang yang dibawa dari Madinah, dan Umar pun memberikan balasan yang sepadan. Namun, hukum tersebut dibatasi dengan aturan bahwa tidak boleh membantu mereka dalam memusuhi umat Islam.

Dalam konteks penindasan dan pembantaian terhadap umat Islam, pemberlakuan boikot merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan dharar tersebut secara ekonomi. Pengambilan keputusan untuk melakukan boikot juga harus mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadat dari aksi tersebut, dengan mengikuti kaidah Sad al-dzara’i.

Gerakan boikot terhadap Israel telah menimbulkan dampak yang signifikan, baik terhadap merek yang diperingatkan maupun terhadap ekonomi Israel secara keseluruhan. Beberapa perusahaan telah merasakan penurunan penjualan dan bahkan berhenti bekerja sama dengan Israel setelah masuk dalam daftar hitam oleh BDS.

Meskipun beberapa pihak mengkhawatirkan dampak buruk terhadap perekonomian nasional, aksi boikot tersebut juga membuka peluang bagi produk-produk lokal untuk berkembang sebagai alternatif dari produk-produk yang diboikot. Dengan demikian, boikot merupakan salah satu bentuk perlawanan yang sah secara syariat dan terbukti memiliki dampak yang kuat jika dilakukan dengan sistematis dan terencana. Itulah sebabnya penting untuk memahami bahwa boikot yang dilakukan di Indonesia dapat memiliki dampak negatif maupun positif tergantung dari cara kita menanggapinya. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan dalam segala usaha kita.

Baca Lainnya

Berita Terbaru