Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan di luar proses peradilan. Hal ini diungkapkan sebagai tanggapan atas kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang diduga dilakukan oleh seorang anggota Brimob terhadap seorang anak perempuan (16) di Kota Ambon, Maluku. Menurut Arifah, surat perjanjian yang disepakati antara anggota Brimob dan korban tidak sah serta merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak dan prinsip keadilan.
Menurut Arifah, surat perjanjian tersebut tidak sah secara hukum karena ditandatangani oleh korban anak di bawah umur. Tindakan ini dianggap melanggar hak anak dan prinsip keadilan, karena kesepakatan yang melibatkan anak di bawah umur tanpa pendampingan hukum serta tanpa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak tidak memiliki kekuatan hukum. Arifah memastikan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak keluarga korban untuk memastikan pendampingan dan keamanan korban. Langkah-langkah telah diambil untuk memastikan keberlanjutan pendampingan serta keamanan korban dari tekanan atau ancaman dari pihak lain.
Selain itu, Arifah juga mengungkapkan bahwa UPTD PPA sedang berupaya menghubungi ayah dari terduga pelaku yang merupakan aparat penegak hukum di daerah Maluku Barat Daya untuk memastikan tanggung jawab keluarga terhadap korban. Ia juga memberikan apresiasi kepada warga yang membantu korban untuk melapor kepada pihak yang berwajib. Tindakan ini menunjukkan kerja sama dalam menangani kasus kekerasan seksual secara adil dan proporsional.

