Kasus kekerasan seksual dan pelecehan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sorotan di tengah masyarakat. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak NTT mencatat lonjakan kasus kekerasan seksual pada 2024 dan 2025. Data menunjukkan adanya peningkatan signifikan jumlah kasus kekerasan seksual yang menjadikan NTT sebagai wilayah darurat kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak.
Korban kekerasan seksual kebanyakan berusia 2-8 tahun, dengan wilayah terbanyak kasusnya terjadi di Pulau Timor, Rote, Sabu, Alor, Sumba, dan Flores. Fenomena kekerasan seksual di NTT diibaratkan sebagai gunung es oleh Kepala Seksi Tindak Lanjut UPTD PPA NTT. Para pelaku kejahatan seksual, termasuk narapidana di NTT, berkontribusi signifikan terhadap tingginya kasus pelecehan tersebut.
Dari berbagai kalangan, termasuk anggota kepolisian, terdapat pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Kasus mantan Kapolres Ngada yang terlibat dalam kejahatan pencabulan anak menjadi sorotan tersendiri dalam peristiwa tersebut. Aparat kepolisian melakukan tindakan penanggulangan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual tersebut, tetapi masih memerlukan peningkatan kerjasama dan usaha maksimal.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong penanganan kasus-kasus kekerasan seksual secara tuntas dan adil. Ombudsman mencatat bahwa UPTD PPA NTT menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Perlunya evaluasi mendalam dan perhatian serius dari semua pihak untuk mengatasi masalah ini demi melindungi perempuan dan anak-anak dari kekerasan seksual di NTT.