Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang fokus dalam upaya menemukan lebih banyak kasus tuberkulosis (TBC) dengan menggunakan skrining untuk deteksi dini. Langkah ini sejalan dengan Program Hasil Cepat Terbaik (PHCT) yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto. Pemantauan dilakukan terutama di daerah padat penduduk karena tingkat penyebaran penyakit TBC lebih tinggi di lingkungan dengan orang yang berdekatan dalam ruang terbatas. Upaya ini dilakukan dengan memeriksa minimal 8 orang untuk setiap kasus TBC yang ditemukan.
Daerah padat penduduk dipilih karena memiliki korelasi yang signifikan dengan peningkatan kasus TBC. Sebuah studi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta menunjukkan bahwa kepadatan penduduk dapat mempercepat penularan penyakit TBC melalui udara atau droplet. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA Mycobacterium tuberculosis (MTB) secara cepat dan akurat dalam diagnosa kasus TBC.
Selain metode PCR, Tes Cepat Molekuler (TCM) juga telah ditetapkan sebagai alat diagnosis utama untuk TBC di Indonesia. Meskipun TCM menggunakan sampel dahak, tantangan dalam mengambil spesimen dari pasien yang tidak mampu mengeluarkan dahak telah menjadi perhatian. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia sedang melakukan studi validasi klinis alat diagnostik PCR menggunakan spesimen dari tongue swab (usap lidah).
Tujuan akhir dari upaya ini adalah untuk mencapai eliminasi TBC di Indonesia pada tahun 2030, sesuai dengan target global dari WHO. Dengan dukungan penuh dari tenaga kesehatan, kader, dan masyarakat, pemerintah optimis dalam menekan angka kejadian TBC di Indonesia.informasi lebih lanjut dapat diperoleh dari nomor hotline Halo Kemenkes 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email [email protected].