Tuesday, March 25, 2025

Anies-Ahok menyatu cegah polarisasi Pilkada DKI Jakarta

Share

Meskipun aturan pemilihan tidak memungkinkan Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi calon wakil gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, keduanya tetap berada dalam kubu yang sama. Gagasan untuk menggabungkan Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 27 November mendatang pernah dilontarkan.

Namun, mereka tampaknya terhalang oleh aturan main sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada menyatakan bahwa calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota tidak boleh pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau bupati/wali kota untuk calon wakil bupati/calon wakil wali kota pada daerah yang sama.

Selama ketentuan tersebut tidak berubah, Anies maupun Ahok tidak mungkin bersatu karena keduanya tidak dapat menjadi calon wakil gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2024, namun mereka masih berpotensi menjadi calon gubernur.

Hal ini karena baik Anies maupun Ahok hanya menjabat sebagai gubernur selama satu periode. Ketentuan ini tertuang dalam UU Pilkada Pasal 7 ayat (2) huruf n.

Perdebatan tentang penyatuan keduanya mengingatkan pada pertarungan mereka dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno memenangkan pemilihan tersebut.

Pertarungan politik Anies dan Ahok dalam Pilkada tersebut dipandang sebagai pertarungan persepsi yang terwujud dalam sekejap namun kemudian lenyap dengan cepat. Banyak pihak khawatir kemenangan Anies di Jakarta akan menjadi monster politik radikal yang tidak toleran terhadap keberagaman.

Namun, citra dan persepsi tersebut lenyap dalam beberapa tahun ketika Anies mengikuti Pemilu Presiden 2024 dengan partai pendukung dari partai-partai nasionalis. Dalam Pilpres tersebut tidak ada lagi pertarungan citra radikal agama dan radikal sekuler, anti-NKRI, dan rasisme.

Menurut Prof. Didik J. Rachbini, politik sebenarnya hanya masalah citra, persepsi, dan bukan kebenaran. Dalam politik praktis, persepsi baik atau buruk, toleran atau radikal, bisa dibentuk dengan berbagai cara dan metode.

Oleh karena itu, gagasan politik untuk menyatukan Anies dan Ahok di Jakarta dianggap sebagai eksperimen yang baik dan berani untuk membersihkan pencitraan politik menuju polarisasi radikal agama atau radikal sekuler.

Peluang Anies dan Ahok bersatu sangat mungkin karena beberapa faktor. Pertama, Anies religius namun tidak radikal seperti yang dipersepsikan sebelumnya. Kedua, Ahok nasionalis dilihat dari sejarah garis politiknya. Ketiga, tidak ada faktor pendorong keduanya ke arah radikal karena Anies sudah tampil dengan citra nasionalis religius dalam Pilpres 2024. Keempat, Ahok juga akan bisa diterima publik.

Dengan demikian, Anies dan Ahok dapat berpikir positif terhadap gagasan tersebut dan bisa menjadi simbol kesatuan bagi mereka berdua. Keduanya memiliki peluang besar untuk meraih kemenangan di Pilkada DKI Jakarta 2024.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru