Jakarta (ANTARA) – Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menyatakan bahwa masyarakat tidak boleh terpecah belah karena konflik yang sedang terjadi di kalangan elit politik setelah masa pemilu.
“Ia harus mampu membedakan antara retorika yang hanya untuk kepentingan elit politik dan retorika yang bertujuan untuk merawat demokrasi. Hal ini sulit karena secara retorika kedua hal tersebut akan terlihat sama. Kita membutuhkan ketajaman dan kedalaman pemikiran untuk merespons isu yang dikeluarkan oleh elit,” kata Kunto saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Menurut Kunto, pertarungan narasi hanya terjadi di level elit politik dan hanya menimbulkan konflik antar partai politik. Konflik tersebut, lanjutnya, akan berbahaya jika menimbulkan narasi yang mempengaruhi masyarakat untuk terprovokasi sehingga terjadi perpecahan di antara pendukung kelompok tertentu.
“Jika terjadi konflik horizontal, akan sulit untuk meredam atau meredakan ketegangan politiknya,” ujar Kunto.
Dia juga menambahkan bahwa banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi ketika konflik sudah terjadi di masyarakat, seperti kerumunan massa yang besar untuk melakukan aksi anarkis dan intimidatif.
Hingga saat ini, Kunto mengamati bahwa belum terjadi perpecahan konflik di masyarakat akibat narasi yang dikeluarkan oleh elit politik. Dia berharap situasi kondusif dapat tetap terjaga selama proses penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi berlangsung.
“Saya berharap situasinya tetap kondusif. Meski ada ketegangan dan dinamika di kalangan elit yang membuat ketegangan semakin meningkat,” ujarnya.
Saat ini, Mahkamah Konstitusi sedang menggelar sidang perdana penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 yang diajukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Dalam petitumnya, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional serta meminta MK menyatakan diskualifikasi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai peserta Pemilu 2024.
Pemohon juga meminta MK untuk memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan pasangan calon 02, serta memerintahkan Bawaslu untuk melakukan supervisi terkait pelaksanaan putusan ini.
Sementara itu, Anies mengatakan bahwa Pemilu Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil. Kuasa hukum pemohon, Bambang Widjojanto, juga menyampaikan pokok-pokok permohonan terkait hasil penghitungan suara yang dinilai telah melanggar asas pemilu.