JAKARTA – Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Suprayoga Hadi mengakui target menurunkan kemiskinan ekstrem hingga nol persen bulat pada 2024 sulit tercapai. Pemerintah optimistis angka kemiskinan ekstrem bisa diturunkan di angka 0,5 hingga 0,7 persen.
Saat ini angka kemiskinan ekstrem per Maret 2023 sebesar 1,12 persen dengan waktu tersisa kurang dari setahun. “Kita sempat menghitung antara 0,5 sampai 0,7 (persen), tetapi paling tidak sudah nol koma. Kita tujuannya memang nol koma. Kalau 0,0 (persen) jelas imposible,” ujar Suprayoga dalam keterangannya di kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Suprayoga menyebut, hal ini mengacu tren penurunan kemiskinan beberapa tahun terakhir dengan 0,92 persen terbesar dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,12 persen pada 2023. Sementara, waktu tersisa target menurunkan kemiskinan ekstrem kurang dari setahun. “Jadi memang kita antara 0,5 sampai 0,7 persen. Kalau bisa lebih kecil lagi kalau liat dari trennya dari 2,04 tahun lalu menjadi 1,12 kan turunnya hampir satu persen ya. Katakankanlah 1,12 dikurangi 0,9 ya mungkin bisa 0,3-an persen. Berarti sekali lagi target kita yang lebih optimis antara 0,5 sampai 0,7 yang realistis,” ujar Suprayoga.
Sementara untuk tingkat kemiskinan nasional, Susenas Maret 2023 menunjukkan angka kemiskinan nasional baru mencapai 9,36 persen. Sementara target RPJMN 2020-2024 adalah 6,5-7,5 persen, yang berarti diperlukan pendekatan kebijakan khusus melalui berbagai program di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, untuk dapat menurunkan sedikitnya 1,86 persen poin untuk mencapai 7,5 persen pada tahun 2024.
Namun demikian, pemerintah akan bekerja ekstra untuk bisa mencapai setidaknya mendekati target yang diharapkan. “Target kemiskinan ekstrem yang mengarah pada 0 persen, tren kemiskinan turun meskipun untuk kemiskinan nasional luar biasa besar tantangannya karena menurunkan dalam satu tahun 1,8 persen, karenanya pemerintah bekerja ekstra,” ujarnya.
Suprayoga menyebut, untuk mencapai target kemiskinan nasional, dibutuhkan upaya yang lebih intens dari sisi pemerintah, termasuk dalam pelibatan pelaku dan mitra non-pemerintah melalui pendekatan kolaboratif dan kemitraan pentahelix. Hal ini perlu disikapi secara khusus yang tidak business as usual, apalagi dengan memperhatikan proyeksi inflasi tahun 2023, maka tingkat kemiskinan nasional pada tahun 2024 diperkirakan berkisar antara 9,17-9,34 persen.
Menurutnya, pemerintah juga akan melanjutkan tiga strategi penurunan kemiskinan ekstrem melalui pengurangan beban pengeluaran melalui program bantuan dan perlindungan sosial, peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, dan pengurangan kantong-kantong kemiskinan melalui program peningkatan sarana dan prasarana permukiman khususnya di tingkat desa dan kawasan perdesaan.
Ia memastikan dukungan pemerintah dalam melaksanakan ketiga strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dan PPKE tersebut juga terus meningkat, dengan peningkatan anggaran perlindungan sosial yang mencapai Rp 493,5 triliun di 2024. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan APBN tahun 2024 untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sehingga pagu anggaran program pemberdayaan ekonomi pada tahun 2024 senilai Rp 76,3 triliun. “Dengan demikian, maka penghapusan kemiskinan ekstrem telah menjadi salah satu strategi kebijakan fiskal jangka pendek pemerintah,” ujarnya.
Sedangkan empat upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan nasional mulai dari konvergensi program di mana kelompok sasaran keluarga miskin dan rentan, menerima manfaat bantuan dari seluruh program yang ada. Kemudian, peningkatan kualitas implementasi program khususnya terkait pencairan anggaran yang tepat waktu untuk program kemiskinan. Ketiga, perbaikan pensasaran program, khususnya dengan terus menekan angka kelompok miskin yang tidak menerima program. Keempat meningkatkan akses kelompok miskin pada layanan/infrastruktur dasar seperti sanitasi dan air bersih.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya pada November 2023 menyampaikan, tingkat kemiskinan ekstrem di seluruh provinsi di Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan, sebanyak 18 provinsi atau 53 persen dari total provinsi telah mencapai tingkat kemiskinan ekstrem menuju nol persen.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, beberapa provinsi dengan penurunan kemiskinan ekstrem tercepat di Sumatra adalah Sumatra Selatan, di Kalimantan adalah Kalimantan Timur, di Jawa adalah DIY, di Sulawesi adalah Sulawesi Barat, di wilayah Maluku dan Papua adalah Provinsi Papua, dan di wilayah Bali dan Nusatenggara adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengharapkan konsistensi seluruh pimpinan daerah tetap terjaga. Utamanya dalam melaksanakan strategi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan berkelanjutan kelompok masyarakat miskin ekstrem, serta penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Kiai Ma’ruf menyebutkan berbagai langkah konkret untuk mencapai target penghapusan kemiskinan ekstrem telah dilaksanakan, termasuk penajaman sasaran penerima manfaat melalui pengembangan data P3KE. Selain itu, konvergensi program dan anggaran dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem juga dilakukan, antara lain melalui penyesuaian APBN, APBD, dan APBDesa.
Ia menilai, pekerjaan rumah yang harus dilakukan adalah menjaga tren penurunan tersebut hingga target kemiskinan ekstrem nol persen dapat dicapai. Menurutnya, upaya ini hanya mungkin terwujud melalui kolaborasi dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan. “Tentu kinerja aktif seluruh kepala daerah menjadi prasyarat mutlak tercapainya target penurunan kemiskinan ekstrem,” ujar dia.