Tuesday, October 22, 2024

Our Difficult Choices and Struggles

Share

Oleh: Prabowo Subianto, disadur dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 223-227, edisi keempat softcover.

Bagi saya, terlibat dalam politik berarti menerima pengorbanan—energi, waktu, dan emosi. Namun, tanpa terlibat dalam politik, tidak mungkin bagi saya untuk meningkatkan kualitas hidup banyak orang.

Saya yakin bahwa perubahan substansial dalam kehidupan warga negara kita tidak dapat dicapai hanya dengan mengeluh dan mengkritik. Kita juga tidak bisa memperbaiki negara ini hanya dengan diam dan menghakimi tanpa tindakan.

Beberapa dari Anda yang membaca buku ini mungkin sudah terlibat dalam politik, atau setidaknya memahami dan peduli terhadap politik nasional kita. Namun, ada juga yang tidak. Bagi yang belum terlibat, saya mendorong Anda untuk merenungkan hal berikut.

Ada saat dalam hidup ketika kita harus membuat pilihan sulit. Apakah kita berdiri untuk kebenaran, atau kita membiarkan kesalahan?

Apakah kita dengan tegas membela integritas dan kemerdekaan negara kita serta nilai-nilai yang kita junjung tinggi? Atau, apakah kita tunduk pada godaan materi, menjual nilai-nilai, diri kita, identitas kita, dan martabat kita?

Pilihan-pilihan seperti ini sangat sulit.

Pada tahun 1945, para pemimpin kita menghadapi dilema serupa: menyatakan kemerdekaan atau menunggu diberikan oleh penjajah. Mereka yang mendorong untuk segera menyatakan kemerdekaan mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawa mereka.

Pada malam 10 November 1945, masyarakat dan pemimpin Surabaya dihadapkan pada pilihan sulit: menyerah pada tuntutan Inggris dengan menyerahkan senjata mereka pada 9 November atau menghadapi serangan dari kekuatan besar pada masa itu.

Bayangkan kerugian pada kebanggaan nasional kita jika para pemimpin dan warga Surabaya menyerah. Bagaimana jika Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan semua pemimpin Jawa Timur dan Surabaya tunduk pada tuntutan asing? Di mana martabat kita berdiri hari ini?

Krisis besar bangsa kita pada tahun 1965 juga menimbulkan pilihan yang sulit: membela Pancasila atau tunduk pada ideologi yang asing bagi negara kita, komunisme?

Demikian pula, selama era Reformasi pada tahun 1998, banyak pemimpin kita dihadapkan pada pilihan sulit: membela sistem yang tidak demokratis atau dengan berani memperjuangkan reformasi dan demokrasi?

Selama 20 tahun perjalanan politik saya, saya selalu menyampaikan pesan yang terdapat dalam buku ini. Sepanjang perjalanan itu, banyak lawan telah mencoba mencemarkan nama saya, menggambarkan saya sebagai orang yang haus akan kekuasaan dan cenderung kekerasan.

Namun, setelah puluhan tahun, saya telah membuktikan komitmen saya terhadap perdamaian. Sebagai mantan prajurit yang telah menyaksikan perang dan korban-korbannya, yang telah melihat rekan-rekan jatuh dan harus memberitahukan keluarga mereka tentang kematian mereka, saya selalu memilih jalan perdamaian. Fitnah yang dilemparkan kepada saya sama sekali tidak berdasar. Saya dituduh ingin menutup semua gereja di Indonesia, padahal sebagian dari keluarga saya adalah Kristen. Di antara mereka yang dekat dengan saya—pengawal, ajudan, dan sekretaris—beberapa adalah Kristen.

Sebagai mantan prajurit TNI, saya bersumpah untuk mempertahankan semua warga Indonesia, tanpa memandang suku, agama, atau ras. Saya telah mengorbankan nyawa saya, dan banyak bawahan saya dari berbagai latar belakang telah gugur di bawah komando saya.

Bagaimana mungkin saya mengkhianati sumpah saya dan melupakan pengorbanan bawahan saya?

Saya juga difitnah sebagai anti-China, meskipun selalu mendukung semua kelompok minoritas. Fitnah seperti itu adalah sisi jelek dari politik. Saya selalu mendorong teman-teman dan pendukung saya untuk tetap sabar dan tenang. Jangan merespons kebencian dengan kebencian, kejahatan dengan kejahatan, fitnah dengan fitnah. Meskipun kita tetap sabar, kita juga harus siap—secara mental, fisik, dan spiritual. Kepada mereka yang membaca buku ini, saya meminta Anda untuk merenung di tengah malam tentang pendapat, sikap, dan respons Anda.

Saya bertanya apakah kita akan bersama-sama membela kebenaran atau tunduk pada kesesatan, penipuan, ketidakadilan?

Dan dalam hari-hari mendatang, setelah refleksi Anda, saya mengundang Anda untuk mengambil langkah-langkah untuk menghadapi masa depan. Saya memilih untuk berjuang berdasarkan konstitusi. Saya menolak untuk tunduk pada keadaan yang tidak adil dan salah. Saya percaya bahwa apa yang sedang dialami Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh campur tangan asing. Beberapa negara ingin melihat Indonesia lemah, hancur, dan miskin.

Saya memiliki bukti kuat tentang keterlibatan mereka. Namun, kita harus tetap tenang. Kita perlu bersabar dan percaya pada kekuatan kita sendiri.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru