Sunday, September 21, 2025

Dari Sendok ke Kompas – Sehat Negeriku

Share

- Advertisement -

Upaya pembuatan kompas telah dimulai oleh Cina sejak awal Masehi. Mereka berjuang untuk menentukan posisi utara dan selatan yang tepat.

Ludovico di Varthema, seorang pelancong dari Bologna, Italia, mencatat bahwa kapal-kapal yang berlayar ke Indonesia pada abad ke-16 telah menggunakan kompas.

Kelahiran kompas, seperti yang kita kenal sekarang, berasal dari magnet. Sejak sebelum Masehi, berbagai bangsa di dunia telah mengenal batu magnet, meskipun belum digunakan untuk menentukan arah utara dan selatan.

Tidak diketahui siapa yang pertama kali menemukan magnet, tetapi sejarawan mencatat bahwa orang Cina telah menggunakan magnet sebagai kompas sejak lama. Massimo Guarnieri menulis dalam artikel “Once Upon a Time… The Compass” di majalah IEEE edisi Juni 2014 bahwa sekitar tahun 70-80 Masehi, naskah Cina, Lunheng, menyebutkan sebuah alat yang menggunakan batu magnet berbentuk sendok yang diletakkan di permukaan datar.

Dibutuhkan waktu satu abad bagi alat tersebut menjadi lebih praktis dalam bentuk jarum. Guarnieri menyebut buku Wujing Zongyao atau Kumpulan Teknik-teknik Militer Penting, yang diterbitkan pada tahun 1044, yang merincikan cara membuat kompas dari jarum besi bermagnet yang mengambang di air atau digantung dengan benang. Pada masa Dinasti Song (960-1279), alat ini sudah digunakan untuk keperluan militer di darat dan navigasi di laut.

Negara-negara Barat tampaknya belum menggunakan jarum bermagnet sampai diperkenalkan oleh pedagang Arab, yang diduga mendapatkannya dari Cina. Namun, ada versi lain yang menyatakan bahwa Eropa telah menemukannya sendiri. Alexander Neckam mencatat dalam De Naturis Rerum (1190) bahwa para pelaut menggunakan jarum bermagnet yang menunjuk ke arah utara meskipun matahari atau bintang tidak terlihat.

Pada abad ke-14, kompas dengan jarum magnet sudah lazim digunakan oleh pelaut. Hasil penelitian Frederic C. Lane, “The Economic Meaning of the Invention of the Compass” dalam The American Historical Review edisi April 1963, menjelaskan bahwa kompas, dengan dukungan peta dan tabel navigasi, memungkinkan kapal-kapal dagang Mediterania dapat berlayar dua kali dalam setahun.

Sebelumnya, kapal hanya bisa berlayar sekali dalam setahun, dan tidak berlayar pada musim dingin, yaitu antara Oktober-Maret. Undang-undang Pisa, sebuah republik maritim merdeka sebelum menjadi bagian dari Italia, bahkan mengatur bahwa jika sebuah kapal berlabuh pada atau setelah bulan November, kapten kapal tidak diizinkan untuk berlayar lagi sebelum bulan Maret tanpa persetujuan para pedagang di kapal. Kehadiran kompas membuat para pedagang meraup lebih banyak keuntungan, dan kota-kota pelabuhan seperti Pisa menjadi kaya.

Kompas terus mengalami perkembangan. Jarum magnet kemudian dilindungi dalam sebuah kotak kayu. Untuk menjaga stabilitasnya, kompas dilengkapi dengan gimbal atau suspensi Cardanis, yang ditemukan oleh Girolamo Cardano pada tahun 1570. Gimbal adalah cincin-cincin yang mengelilingi objek dan membuat objek seperti jarum magnet tetap dalam posisi tetap pada sumbunya meskipun gimbal bergerak. Teknik gimbal masih digunakan hingga sekarang, misalnya pada “tongsis” untuk telepon genggam yang membuat telepon tetap berada dalam posisi vertikal meskipun tongkat tersebut berubah posisi.

Pada abad ke-16, kompas dengan jarum magnet sudah menjadi alat yang lazim digunakan oleh kapal-kapal yang berlayar ke benua lain. Ludovico di Varthema, seorang pelancong dari Bologna, Italia, mencatat bahwa kapal-kapal yang berlayar ke Indonesia pada abad tersebut telah menggunakan kompas.

Namun, fenomena efek magnet bumi belum diketahui pada saat itu hingga Georg Hartmann, seorang ahli teknik Jerman, menemukannya pada tahun 1518. Dalam bukunya, The New Attractive, Hartmann menjelaskan bahwa jarum akan menyimpang beberapa derajat dari arah utara saat berada di Roma. Penyimpangan ini dikarenakan jarum dipengaruhi oleh magnet bumi yang tidak sejajar dengan permukaan bumi, sehingga penyimpangannya bervariasi tergantung pada lokasi.

Menurut Guarnieri, fenomena penyimpangan ini kemudian dijelaskan oleh William Gilbert, seorang fisikawan dan dokter asal Inggris, pada tahun 1600. Gilbert menyatakan bahwa bumi adalah magnet raksasa, yang menjelaskan mengapa jarum magnet kompas tidak menunjukkan arah utara atau selatan secara tepat. Gilbert juga menemukan perbedaan antara fenomena listrik dengan magnet.

Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1885, Marinus Gerardus van den Bos di Belanda menciptakan girokompas, sebuah kompas tanpa magnet yang berdasarkan pada piringan yang berputar cepat yang digerakkan oleh sebuah motor kecil dan rotasi Bumi, bukan arah utara-selatan seperti kompas magnet. Alat ini memiliki kelebihan dibanding kompas magnet, karena dapat menunjukkan arah utara-selatan secara tepat dan tidak dipengaruhi oleh benda-benda yang dapat memengaruhi magnet, seperti besi. Alat ini telah digunakan secara luas selama Perang Dunia II.

Sejak itu, kompas magnet mulai ditinggalkan oleh para pelaut, tetapi tidak berarti bahwa kompas tersebut hilang. Saat ini, kompas magnet masih digunakan untuk berbagai kegiatan, salah satunya mendaki gunung. Telepon genggam juga dapat menjadi kompas berkat adanya magnetometer, alat yang dapat mengukur arah dan kekuatan medan magnet di lokasi tertentu.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru