Thursday, November 21, 2024

Perjuangan Palestina dan Sejarah Panjang Jepang

Share

Tokyo dan Ramallah atau Jalur Gaza jaraknya sekitar 9.000 kilometer. Tak hanya berjarak secara geografis, kedua wilayah punya kebudayaan serta status sosio-ekonomi yang sangat kontras. Sukar membayangkan bahwa Jepang, atau setidaknya sebagian warganya, adalah salah satu yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Pada akhir dekade 1960-an, di Jepang muncul banyak organisasi yang didirikan sejumlah mahasiswa kiri mentok. Anak-anak muda itu memimpikan dunia setara yang harus dicapai dengan cara apapun.

Pada awal 1970-an, merujuk catatan resmi kepolisian Jepang, salah satu organisasi itu melakukan kontak dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) yang didirikan pejuang Palestina George Habash. Sama-sama berhaluan Marxis, kedua organisasi klop.

Pada 1971, Fusako Shigenobu salah satu aktivis perempuan Jepang, kemudian bertolak ke Lebanon dan mendirikan Tentara Merah Jepang (Japanese Red Army/JRA) alias Nihon Sekigun. Ia membawa serta puluhan aktivis kiri Jepang.

Lebanon saat itu dan hingga kini masih dipenuhi warga Palestina yang terusir pada 1948. Negara itu jadi salah satu basis fida’in alias pejuang kemerdekaan Palestina. JRA kemudian menjadikan pembebasan Palestina sebagai salah satu alasan perjuangan organisasinya.

Aksi pertama yang dilakukan JRA dilancarkan pada Mei 1972. Tiga anggotanya secara acak menembakkan senapan otomatis ke Bandara Lod Tel Aviv di Israel (sekarang Bandara Internasional Ben Gurion), menewaskan 24 orang dan menyebabkan 76 lainnya mengalami luka serius atau ringan.

Sejak kejadian itu, JRA kemudian dicap sebagai organisasi teroris. Pada 1975, pemerintah Jepang terpaksa membebaskan anggota JRA yang dipenjara atau ditahan pada “Insiden Kuala Lumpur”, sebuah insiden yang mana Kedutaan Besar AS dan fasilitas lainnya di Kuala Lumpur, Malaysia, diduduki oleh anggotanya. Selain itu pada September 1977 mereka membajak pesawat Japan Airlines yang meninggalkan Paris menuju Tokyo.

Aksi-aksi itu membuat anggota JRA diburu. Polisi melakukan serangkaian penangkapan terhadap anggota JRA di Rumania, Peru, Bolivia, dan negara-negara lain dengan meningkatkan koordinasi antar penegak hukum dan badan intelijen negara terkait dalam mengejar anggota di seluruh dunia.

Shigenobu yang diyakini mendalangi serangan di Bandara Lod Tel Aviv sempat buron selama puluhan tahun sebelum akhirnya ditangkap di Tokyo pada tahun 2000. Sedangkan pimpinan lainnya Kozo Okamoto, yang terluka dan ditangkap dalam serangan bandara Israel, dibebaskan pada 1985 dalam pertukaran tahanan antara pasukan Israel dan Palestina. Dia dilaporkan berada di Lebanon. Okamoto dan beberapa anggota kelompok lainnya masih dicari oleh otoritas Jepang.

Bagaimanapun, JRA akhirnya bubar meski peran mereka membela Palestina tak pudar.

Fusako Shigenobu dibebaskan dari penjara pada Mei 2022 setelah menjalani hukuman 20 tahun. Dia meminta maaf karena telah menyakiti orang yang tidak bersalah. Namun, gerakan Pemuda Palestina tetap menyambut baik pembebasan Shigenobu dan menggambarkannya sebagai “kawan seumur hidup rakyat dan perjuangan Palestina”.

Meski tak lagi mendukung melalui militansi, Jepang sejauh ini terus memberikan dukungan untuk Palestina. Kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dibuka di Tokyo pada 1977. Yasser Arafat, ketua PLO dan kemudian presiden Palestina, melakukan kunjungan resmi ke Jepang pada Oktober 1981. Arafat melakukan empat kunjungan tambahan ke Jepang antara 1996 dan 2000. Sebagai perbandingan, Arafat hanya tiga kali mengunjungi Indonesia.

Baca Lainnya

Berita Terbaru