Semarang (ANTARA) – Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman seharusnya tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Titi menyatakan hal tersebut saat menanggapi permohonan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD NRI Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh A.Fahrur Rozi dan Antony Lee sebagai pemohon.
“Meskipun permohonan ini diajukan bukan oleh Kaesang Pangerep, materi perkara ini dapat berdampak pada pencalonan pria kelahiran 25 Desember 1994 ini pada Pilkada 2024,” kata Titi yang juga merupakan dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) saat dihubungi dari Semarang, Rabu pagi.
Menurut putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sebelumnya dan Kode Etik Hakim terkait dengan konflik kepentingan, kata aktivis pemilu ini, Anwar Usman seharusnya tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Titi, MK perlu memeriksa perkara dengan Nomor Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3): 69/PUU/PAN.MK/AP3/06/2024 sebagai prioritas, kemudian memutuskannya sebelum pendaftaran pasangan calon (paslon) Pilkada 2024 pada tanggal 27—29 Agustus mendatang.
Sebelumnya, Titi mengatakan bahwa perkara ini sangat penting untuk kepastian hukum pencalonan Pilkada 2024. Apalagi, MK biasanya memberikan keputusan cepat jika substansi perkara sudah jelas dan aspek konstitusionalitasnya pasti.
Menyinggung putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024, pakar pemilu ini menegaskan bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat, baik putusan tentang keterwakilan perempuan maupun syarat usia calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
“Hanya saja anggota KPU RI Idham Holik salah paham ketika mengatakan bahwa pendaftaran paslon Pilkada belum dimulai. Hal ini membuat KPU terlihat tidak memahami cara kerja tahapan pencalonan,” katanya.
Jika KPU menganggap syarat usia seperti putusan MA hanya berlaku saat pendaftaran paslon pada tanggal 27—29 Agustus 2024, menurut Titi, itu berarti KPU bersikap diskriminatif dan tampaknya hanya mendukung calon dari partai politik.
Ditegaskan juga bahwa pencalonan Pilkada adalah proses panjang, bukan hanya dimulai saat pendaftaran calon. Berbeda dengan pemilihan presiden, pencalonan Pilkada melibatkan calon perorangan yang prosesnya telah dimulai sejak 5 Mei 2024 dengan penyerahan syarat dukungan untuk pasangan calon perorangan.
Penyerahan syarat dukungan tersebut dilakukan ketika syarat usia calon masih merujuk pada usia saat penetapan paslon oleh KPU. Mereka yang menyiapkan dukungan harus memastikan kelayakan usia sesuai dengan ketentuan PKPU Nomor 9 Tahun 2020 pada saat penetapan sebagai paslon oleh KPU.
“Saat ini pasangan calon perorangan sudah sampai pada tahap verifikasi administrasi oleh KPU daerah,” kata Titi.
Penulis: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Hisar Sitanggang
Hak Cipta © ANTARA 2024