Home Kriminal Warga Main Hakim Sendiri ke Bos Mobil Rental di Sukolilo, Ini Dugaan...

Warga Main Hakim Sendiri ke Bos Mobil Rental di Sukolilo, Ini Dugaan Pemicunya

0

Rabu, 12 Juni 2024 – 20:54 WIB

Jakarta – Dosen Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Nuruddin Lazuardi menilai ada rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum. Perasaan tersebut disebut sebagai salah satu alasan pemicu pengeroyokan yang menyebabkan kematian seorang pengusaha rental mobil berinisial BH di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Ia juga menjelaskan bahwa aksi kekerasan dalam proses main hakim sendiri bisa muncul dari berbagai hal.

Baca Juga :

Hacker Bongkar 6 Wilayah di Pati Sebagai Penadah Kendaraan Bodong, Polisi Dalami Penyelidikan

“Ada berbagai variabel yang melekat dalam proses main hakim sendiri, salah satunya adalah ketidakpuasan terhadap tekanan situasi apakah itu ekonomi, politik maupun hukum. Apa yang terlihat di Sukolilo bisa dikatakan, bahwa mereka sudah apatis terhadap hukum, mereka bagaimana sudah tidak puas dengan situasi saat ini,” ujar Nuruddin kepada wartawan, Rabu, 12 Juni 2024.

7 Fakta Tragis Bos Rental Mobil di Pati yang Tewas Gegara Dikira Maling

Baca Juga :

Bertambah 4 Orang, Ini Tampang Tersangka Baru Pengeroyokan Bos Rental di Pati

Aksi kekerasan terhadap pemilik rental tersebut dimulai ketika BH (bos rental) dan tiga orang lainnya SH (28), KB (54) serta AS (37) mencari mobil rental yang hilang. 

Berdasarkan penelusuran GPS yang mereka lakukan, mobil itu ada di wilayah Sukolilo. Mereka lalu berangkat ke lokasi untuk mencari keberadaan mobil tersebut dan tiba di Sukolilo pada Kamis, 6 Juni 2024 sekitar pukul 13.00 WIB dan menemukan mobil yang dicari.

Baca Juga :

4 Dosen Asal AS dan Yahudi Ditikam saat Berada di Beijing

Rombongan rental tersebut berusaha mengambil mobil dengan kunci cadangan. Sayangnya, warga yang melintas dan melihatnya mengira BH dan ketiga orang lainnya adalah maling.

Warga kemudian berteriak dan orang-orang pun berdatangan. Akibatnya keempat orang itu diserang oleh massa hingga babak belur. Selain itu, mobil yang dikendarai keempatnya dari Jakarta ke Pati, juga habis dibakar massa.

Nuruddin juga menyoroti lambannya aparat kepolisian dan pemerintah dalam memperbaiki wilayah Sukolilo yang dikenal sebagai ‘sarang kejahatan’.

“Saya berani mengatakan bahwa ini sudah masuk konsep kekerasan kultural jika mengutip sosiolog Jerman, Johan Goltung. Coba lihat ada satu video tiktoker yang mengatakan ‘Ini Sukolilo bos, jangan main-main’,” jelas dia.

Menurut Nuruddin, jika Sukolilo dianggap sebagai kampung sindikat, itu bukan terjadi begitu saja. “Sukolilo dijuluki sebagai kampung sindikat kejahatan melalui suatu proses. Suatu proses di mana muncul keluhan masyarakat, ada banyak stigma-stigma yang disebarkan oleh publik tentang area tersebut,” katanya.

Nuruddin menyatakan, ketika stempel atau labeling ‘sarang kejahatan’ melekat pada wilayah Sukolilo, seharusnya ada usaha untuk memperbaikinya.

“Stempel itu melekat karena tidak dilakukan upaya untuk memperbaiki atau meminimalisir agar menjadi wilayah yang lebih baik,” kata dia.

Muncul pertanyaan jika wilayah yang selama ini dijadikan tempat berkumpulnya para pelaku kejahatan tidak pernah ditangani.

“Apa yang seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum, apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah, kita berbicara pencegahan, itu menjadi tanggung jawab penegak hukum dan aparat terkait lainnya,” katanya.

Selain itu, Nuruddin juga menyoroti fenomena media sosial yang menurutnya juga memicu aksi main hakim sendiri di masyarakat.

“Saya melihatnya begini, bahwa dari video-video yang beredar tentang aksi kekerasan tersebut, terlihat bahwa pelaku merasa tidak bersalah saat melakukannya. Mereka melakukannya dengan antusiasme, seolah-olah tidak ada rasa bersalah atau bahkan mungkin dianggap melakukan kebaikan dengan tindakan kejahatan yang dilakukan,” ujarnya.

Di era media baru, lanjut Nuruddin, semua orang bisa dengan mudah menonton tontonan kekerasan. “Peristiwa yang menonjol kemarin adalah kekerasan yang dilakukan oleh anak, Mario Dandy. Belum lagi video-vide kekerasan lainnya. Dan seiring berjalan waktu, muncul copy cat, oleh individu atau kelompok,” ucapnya.

“Peristiwa di Sukolilo ini merupakan gambaran bahwa itu bukan lagi jenis kekerasan langsung, tapi telah menjadi kekerasan kultural, sudah menjadi budaya,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya

Nuruddin juga menyoroti lambannya aparat kepolisian dan pemerintah dalam memperbaiki wilayah Sukolilo yang dikenal sebagai ‘sarang kejahatan’.

Source link

Exit mobile version