Komisi ASN (KASN) mengungkapkan bahwa sebanyak 264 Aparatur Sipil Negara (ASN) telah terbukti melanggar netralitas selama Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ketua KASN, Agus Pramusinto, menilai bahwa pelanggaran tersebut dapat mengancam integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Netralitas ASN dianggap sebagai prasyarat utama untuk pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Agus juga menegaskan bahwa pelanggaran netralitas tidak hanya terjadi pada aspek politik, tetapi juga dalam pelayanan publik, manajemen ASN, dan pengambilan keputusan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam kondusivitas pesta demokrasi, terutama menjelang pilkada. Untuk itu, strategi yang tepat diperlukan untuk mewujudkan demokrasi yang sehat.
Pengawasan terhadap netralitas ASN dapat optimal dengan adanya regulasi yang kuat dan partisipasi dari masyarakat. Namun, saat ini sanksi yang diberikan kepada pelanggar netralitas masih belum cukup tegas. Oleh karena itu, perlu keterlibatan civil society dalam mengawasi netralitas ASN agar proses demokrasi dapat berjalan dengan baik.
Perludem menegaskan bahwa civil society harus fokus tidak hanya pada hasil perolehan suara, tetapi juga prosesnya. Tindakan malapraktik pemilu dapat terjadi pada beberapa variabel, seperti manipulasi aturan pemilu, pemilih, dan suara. Perbedaan aturan antara Pemilu dan Pilkada perlu dipahami oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya pelanggaran netralitas ASN.
Kehadiran civil society di ruang digital juga dimungkinkan untuk dibatasi oleh algoritma platform, yang mengakibatkan informasi mengenai pelanggaran netralitas ASN di daerah tertentu hilang dari perbincangan publik. Oleh karena itu, pendekatan konvensional dalam edukasi politik dan partisipasi pengawasan netralitas ASN oleh masyarakat perlu diperkuat untuk memastikan eksposur yang berimbang di setiap daerah.