Berbagai makanan di hari Idul Fitri umumnya tinggi lemak, gula, dan garam. Pasien dengan penyakit penyerta perlu waspada dalam memilih makanan yang tepat.
Idul Fitri merupakan salah satu hari besar yang senantiasa dirayakan oleh umat muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mengingat momen Lebaran ini hanya terjadi satu kali dalam setahun, maka tak heran bila beragam hidangan akan tersaji, yang biasanya identik dengan makanan-makanan bersantan dan aneka kue manis. Makanan yang dikemas dengan menarik dan tidak selalu tersedia setiap hari itu tentunya mengundang selera untuk dinikmati bersama keluarga. Meskipun demikian, masyarakat perlu lebih berhati-hati ketika menyantap hidangan Lebaran agar tidak menjadi faktor pemicu munculnya penyakit.
“Pasien penderita hipertensi semakin banyak yang datang ke sini setelah Lebaran. Yang tadinya terkontrol jadi tidak terkontrol. Yang sakit diabetes, yang tadinya terkontrol jadi tidak terkontrol. Terus, yang memiliki sakit lambung biasanya pada kambuh. Begitu juga diare dan sakit tenggorokan semakin banyak saja. Mungkin karena faktor makanannya,” kata dr. Asri Ramadhani, MARS, yang bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat Pengadegan, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, kepada Mediakom pada 8 Maret 2024.
Asri menjelaskan, makanan menjadi faktor timbulnya penyakit-penyakit tersebut karena umumnya hidangan yang disuguhkan ketika Lebaran banyak mengandung santan dan sering dihangatkan. Pemanasan berulang ini menjadi lemak jenuh yang menyebabkan kolesterol naik. Makanan yang tersedia, kata Asri, umumnya juga mengandung banyak bumbu, yang biasanya asin. Selain itu, ada kue-kue manis dan aneka hidangan yang gurih-gurih sehingga menyebabkan gula darah dan konsumsi garam jadi berlebih.
Menurut Asri, konsumsi santan yang tidak terkontrol berisiko meningkatkan kadar lemak jahat (LDL) di dalam darah. Apabila keadaan ini tidak terdeteksi dan dibiarkan terus-menerus, maka ia dapat menimbulkan komplikasi yang lebih serius, seperti penyakit jantung koroner (PJK) atau bahkan stroke. Adapun konsumsi gula berlebih dapat memicu peningkatan kadar gula darah dan jika dibiarkan terus-menerus dapat memicu timbulnya penyakit diabetes melitus.
Asri menyarankan untuk pasien darah tinggi agar membatasi konsumsi garam, yakni satu sendok teh per hari, sehingga tekanan darah dapat terjaga. Pasien diabetes diimbau untuk membatasi konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti gula pasir dan tepung terigu yang biasanya tersaji dalam kue kering karena dapat meningkatkan kadar gula darah dan bila sering dikonsumsi gula darah menjadi tidak terkontrol.
Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, dr. Farissa Luthfia, Sp. P. D., mengatakan, bagi orang yang memiliki komorbid, seperti pasien dengan diabetes melitus, hipertensi, atau kolesterol tinggi, harus lebih berhati-hati terhadap apa yang dikonsumsi di hari raya Lebaran. Ini karena hidangan Lebaran yang tinggi gula, tinggi garam, dan tinggi kolesterol dapat menjadi faktor pemicu timbulnya penyakit, terutama pada individu-individu yang sudah memiliki penyakit penyerta. “Jadi, sebaiknya, pertama, kita harus memakan secukupnya. Kedua, memakan makanan yang sebelumnya sudah diinstruksikan oleh dokter. Jadi, pasien-pasien hipertensi pasti sudah diminta untuk diet rendah garam, maka patuhi diet rendah garam,” kata Farissa pada Mediakom pada 21 Maret 2024.
Farissa menyatakan, keinginan untuk merasakan berbagai hidangan di hari raya adalah hal lumrah tapi tetap harus disertai kesadaran bahwa makanan itu dikonsumsi untuk memenuhi nutrisi tubuh, bukan sikap reaksioner karena banyaknya makanan yang disuguhkan ataupun karena tidak enak dengan tuan rumah. Dia mencontohkan, bagi penderita kolesterol atau hipertensi, jika ingin makan daging, maka disarankan untuk memilih yang tidak ada lemak dan tidak banyak kuah santannya. Selain itu, apabila sudah makan daging, maka tidak makan yang lainnya, seperti sambal goreng ati atau ayam opor.
Farissa juga menyarankan agar makanan tidak sering dipanaskan tapi cukup sekali saja. Untuk kudapan, dia menyarankan tidak memilih kue kering tapi yang tidak tinggi gula dan tidak tinggi kolesterol.
Bila Gawat Darurat
Dokter spesialis kegawatdaruratan dari RSUP Fatmawati, dr. Ugi Sugiri, Sp. E. M., mengatakan, sejauh ini tidak ada peningkatan jumlah pasien yang dirawat di instalasi gawat darurat (IGD) dibanding tahun lalu. Sejak awal puasa hingga libur Lebaran berakhir pada 2023, jumlah pasien justru di bawah rata-rata. Selama Maret-Mei tahun lalu hanya ada sekitar 1.500 pasien dan rata-rata pasien di IGD mencapai 1.800 orang dalam periode waktu yang sama. Hal ini, menurut Ugi, bisa disebabkan karena sebagian pasien telah mudik ke kampung halaman masing-masing.
Adapun kondisi kegawatdaruratan yang terjadi biasanya dialami oleh pasien yang memiliki penyakit penyerta. Ugi menturkan pengalamannya dalam menangani pasien yang memiliki riwayat diabetes yang pada saat Lebaran tidak mengontrol makanan yang mengandung gula. Di sisi lain, pasien tersebut mengalami kehabisan obat pengontrol gula sehingga gulanya menjadi tinggi. Pengalaman lainnya, kata Ugi, ketika ia menghadapi pasien dengan riwayat hipertensi yang datang dengan kondisi sudah tidak sadar karena mengalami serangan stroke. “Kalau gawat darurat, kebanyakan yang punya komorbid. Kalau yang tidak ada (komorbid), kebanyakan masalah pencernaaan,” ujar Ugi kepada Mediakom pada 18 Maret 2024.
Menurut Asri Ramadhani, puskesmas di wilayah Jakarta pada saat hari raya Idul FItri maupun cuti bersama Lebaran tetap memberikan layanan selama 24 jam. Hal tersebut berlaku untuk puskesmas tingkat kecamatan. Untuk puskesmas kelurahan akan ditunjuk dua puskesmas yang tetap memberikan pelayanan dengan melihat jumlah pasien per hari dan jumlah masyarakat di wilayahnya.
Puskesmas Kelurahan Pengadegan, kata Asri, termasuk yang selalu ditunjuk untuk tetap memberikan pelayanan di hari raya karena memenuhi dua kriteria yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi kegawatdaruratan yang dihadapi ketika Lebaran biasanya adalah masalah naiknya kolesterol sehingga pasien mengeluh pusing hingga tidak bisa berjalan. “Biasanya, kalau sudah seperti itu (tidak bisa jalan) orangnya tidak dibawa ke puskesmas, tetapi kami yang datang ke rumah,” kata dia.
Ketika tiba di rumah warga yang sakit, petugas puskesmas akan melakukan pemeriksaan, mulai dari tekanan darah, gula darah, dan beberapa pemeriksaan standar lainnya. Apabila dianggap kondisinya perlu penanganan lebih lanjut, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit. “Kami datang dengan membawa alat, cek darah, tensi. Kalau memang butuh, kami akan telepon ambulans gawat darurat,” ujar Asri.
Penulis: Redaksi Mediakom