Tuesday, October 22, 2024

Foundation for Indonesia’s Advancement: The Economic Foundation of President Joko Widodo [Economic Achievements]

Share

Sejak tahun 2014, Presiden Joko Widodo dan administrasinya telah menjalankan berbagai program yang telah membangun dasar ekonomi dan sosial yang sangat kuat.
Prestasi-presasti nya terus berlanjut dan memperkuat pembangunan yang dimulai oleh pemimpin negara kita mulai dari Presiden Sukarno, Presiden Suharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk merancang program-program masa depan yang tepat, kita harus sepenuhnya memahami apa yang telah dicapai, sehingga kita dapat melanjutkan program-program yang baik dan mengembangkan yang perlu ditingkatkan.
Pencapaian Ekonomi
Indonesia telah mencapai begitu banyak dalam 20 tahun terakhir. Sebagai contoh, dalam hal pencapaian ekonomi, selama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, PDB per kapita Indonesia meningkat hampir 4 kali lipat dari $1.000 menjadi $3.700.
Pada masa pemerintahan Presiden SBY, rasio utang terhadap PDB turun dari lebih dari 50% menjadi di bawah 30%. Rasio ini cukup tinggi karena negara kita harus menanggung utang yang signifikan untuk mengatasi krisis moneter 1998. Juga, selama masa pemerintahan Presiden SBY, kita sepenuhnya melunasi utang kita kepada IMF.
Meskipun bencana tsunami dan krisis ekonomi 2008, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 5% selama masa pemerintahan Presiden SBY. Ekonomi Indonesia masuk dalam 20 besar secara global dan menjadi anggota G20.
Pencapaian ekonomi era Presiden SBY dilanjutkan dan diperkuat selama masa pemerintahan Presiden Jokowi. Pada tahun 2022, PDB nominal atau ukuran ekonomi kami mencapai US$ 1,4 triliun, setara dengan Rp. 21.000 triliun – angka tertinggi dalam sejarah. Ekonomi Indonesia menjadi yang ke-16 terbesar di dunia.
GNI per kapita kami juga meningkat menjadi US$ 4.580 atau setara dengan Rp. 68,7 juta – tertinggi dalam sejarah. Tingkat kemiskinan turun menjadi 9,57% – yang terendah dalam sejarah.
Seperti yang saya jelaskan dalam bab-bab sebelumnya, perdagangan bagi suatu negara seperti darah. Jika neraca perdagangan terus negatif, maka pada akhirnya “darah” negara akan habis. Oleh karena itu, neraca perdagangan harus positif. Pada tahun 2014, saat Presiden Jokowi pertama kali menjabat, neraca perdagangan kita negatif. Dengan kebijakan ekonomi yang tepat, selama masa pemerintahan Presiden Jokowi, neraca perdagangan mulai menunjukkan surplus. Bahkan pada tahun 2022, neraca perdagangan kita mencapai surplus $54,4 miliar, setara dengan Rp. 816 triliun – yang terbesar dalam sejarah kita.
Dengan neraca perdagangan positif, cadangan devisa kita juga menguat. Pada tahun 2022, cadangan devisa kita mencapai $137 miliar, setara dengan Rp. 2.055 triliun. Cadangan ini cukup untuk membiayai impor selama 6 bulan. Dengan cadangan devisa yang substansial, kita juga dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah.
Pertumbuhan ekonomi selama masa pemerintahan Presiden Jokowi telah baik dan stabil di 5%. Saat ini, pertumbuhan ekonomi kita adalah yang kedua tercepat di antara negara-negara G20 setelah China.
Tingkat inflasi kita juga dipertahankan di 3,3%. Tingkat ini penting karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak berarti apa-apa jika inflasi lebih tinggi. Saat ini, inflasi kita adalah salah satu yang terendah di antara negara-negara G20. Dengan manajemen ekonomi yang baik dan kebijakan yang tepat, kita dapat menghindari inflasi berlebih seperti yang sedang terjadi di Argentina dan Turki, dengan tingkat inflasi dalam puluhan persen.
Pertumbuhan ekonomi memerlukan modal kerja dan investasi. Salah satu sumber investasi adalah Pemerintah. Meskipun terdapat defisit anggaran selama masa pemerintahan Presiden Jokowi dan pemerintah harus menanggung utang, rasio utang terhadap PDB saat ini sebesar 38% adalah salah satu yang terendah di G20.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru