Bandung, 26 Maret 2024
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menjalin kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Lembaga Resiliensi Bencana Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah untuk sinergi dalam penanggulangan krisis kesehatan.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyatakan, pengalaman pandemi COVID-19 telah memberikan pembelajaran bahwa sektor kesehatan di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki.
Sekjen Kunta menambahkan, Kemenkes saat ini sedang melakukan transformasi sistem kesehatan, salah satunya adalah pilar ke-3 Sistem Ketahanan Kesehatan. Dalam upaya mencapai target sistem kesehatan yang tangguh, Kemenkes menjalin kerja sama dengan lintas sektor serta sejumlah mitra dari organisasi masyarakat (ormas).
Hal tersebut disampaikan Sekjen Kunta dalam sambutannya pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan peluncuran Pedoman Rumah Sakit Aman Bencana (Safe Hospital) di Bandung, Selasa (26/3/2024).
“Kerja sama itu meliputi pertukaran dan pemanfaatan data, peningkatan dan pemanfaatan kapasitas SDM, penguatan manajemen, pelayanan kesehatan, serta pemanfaatan sarana dan prasarana terkait penanggulangan krisis kesehatan,” kata Sekjen Kunta.
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana, baik bencana alam maupun non-alam. Setiap bencana memiliki penanganan yang berbeda sehingga evaluasi perlu terus dilakukan. Masyarakat perlu mendapatkan sosialisasi dan pembelajaran tentang apa yang harus dilakukan sebelum, selama, dan setelah terjadi bencana atau krisis.
“Misalnya, jika terjadi banjir atau gempa, masyarakat harus tahu bagaimana menghadapinya. Bukan untuk menakut-nakuti namun supaya masyarakat bisa mengantisipasi dan mempersiapkan diri,” ucap Sekjen Kunta.
Pada saat terjadi krisis atau bencana, lanjut Sekjen Kunta, rumah sakit menjadi tulang punggung untuk mengurangi atau meminimalkan angka kesakitan dan kematian akibat bencana. Untuk menjalankan perannya tersebut, rumah sakit harus tetap aman, berfungsi, serta dapat diakses dalam situasi bencana atau yang dikenal sebagai rumah sakit aman bencana atau safe hospital.
Kemenkes berkeinginan untuk membuat standar keamanan yang tinggi bagi semua rumah sakit di seluruh Indonesia. Contohnya, rumah sakit harus memiliki sarana dan prasarana yang bagus serta bangunan yang dapat bertahan saat menghadapi bencana.
“Tetapi yang terpenting adalah SDM dan manajemen rumah sakit. Bagaimana cara menghadapi bencana, bagaimana mengelola ketika banyak masyarakat yang sakit berbondong-bondong datang ke rumah sakit,” tambah Sekjen Kunta.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Sumarjaya mengatakan bahwa sistem kegawatdaruratan di Indonesia sudah berjalan, namun tetap memerlukan pedoman agar rumah sakit lebih siap saat terjadi bencana.
“Dengan adanya Pedoman Rumah Sakit Aman Bencana (Safe Hospital), diharapkan implementasinya di lapangan dapat lebih terarah dan terstandar,” kata Sumarjaya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid