Home Kesehatan 130 Tahun Mencari Vitamin A – Sehat Negeriku

130 Tahun Mencari Vitamin A – Sehat Negeriku

0

Dibutuhkan hampir satu setengah abad untuk menemukan vitamin A, zat dalam makanan yang berpengaruh pada kesehatan mata dan pertumbuhan.

Selama 130 tahun, banyak peneliti telah mengidentifikasi ciri-ciri vitamin A. Richard D. Semba merinci sejarah penelitian tentang vitamin A dalam artikel “On the ‘Discovery’ of Vitamin” di Annals of Nutrition and Metabolism tahun 2012. Selama proses panjang ini, tidak ada satu peristiwa pun yang dapat disebut sebagai “penemuan” vitamin A.

Selama hampir satu setengah abad, vitamin A masih menjadi misteri. Semba mengungkapkan bahwa penelitian awal tentang zat yang kemudian diketahui sebagai vitamin A dimulai dari eksperimen pada hewan. Pada tahun 1816, Francois Magendie melakukan eksperimen pada anjing untuk mempelajari nilai gizi nitrogen dalam makanan. Ketika ia memberikan gula tanpa nitrogen dan air pada anjing, anjing tersebut menjadi kurus dan mengalami cedera mata yang akhirnya menyebabkan kematiannya. Ahli pediatri Charles-Michel Billard, setelah membaca laporan Magendie, juga menemukan cedera mata pada bayi malnutris yang dirawat di Paris, yang memicu pertanyaan tentang hubungan antara penyakit mata ini dan kekurangan gizi.

Semba juga mencatat bahwa mahasiswa Gustav von Bunge, Nicolai Ivanovich Lunin, dalam tesis doktoralnya di University of Dorpat, Estonia pada tahun 1881, menunjukkan bahwa tikus dewasa tetap sehat ketika minum susu, tetapi tidak bisa bertahan hidup hanya dengan mengonsumsi unsur-unsur susu seperti protein, lemak, karbohidrat, garam, dan air. Lunin menyimpulkan bahwa ada unsur lain dalam susu yang berperan dalam nutrisi yang belum diketahui.

Studi mahasiswa Bunge lainnya, Carl A. Socin, juga menemukan bahwa tikus yang hanya diberi kuning telur bisa hidup hingga 100 hari, tetapi tikus yang kekurangan atau tidak mendapatkan zat besi lainnya akan mati dalam sebulan. Socin menyimpulkan bahwa ada zat penting dalam kuning telur untuk kehidupan.

Pada saat itu, terdapat dogma berdasarkan teori nutrisi Justus von Liebig (1803-1873) dan ilmuwan sejarah, bahwa nutrisi hanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Menurut Semba, Frederick Gowland Hopkins, seorang ahli biokimia asal Inggris, menyatakan pada tahun 1906 bahwa tidak ada binatang yang bisa bertahan hidup hanya dengan campuran empat unsur tersebut, dan ada faktor diet yang tidak terduga yang dapat menyebabkan penyakit tertentu.

Hopkins akhirnya menerbitkan karyanya tentang faktor diet yang tak terduga, “Feeding Experiments Illustrating the Importance of Accessory Factors in Normal Dietaries” di Journal of Physiology pada tahun 1912. Dia melaporkan bahwa tikus muda tidak bisa tumbuh dengan baik ketika hanya diberi ransum dasar berupa protein, gula, lemak, dan mineral. Namun, setelah ditambahkan sedikit susu, tikus tumbuh dengan normal. Dia menduga adanya faktor-faktor kecil yang tak terduga dalam susu yang mendukung kehidupan, yang disebutnya sebagai “faktor tambahan”. Penelitian Hopkins menjadi tonggak dalam sejarah vitamin. Pada tahun 1929, dia bersama Christiaan Eijkman, seorang ilmuwan Belanda yang namanya diabadikan dalam Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, menerima Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran untuk penemuan vitamin.

Menurut Semba, berbagai penelitian terus dilakukan untuk mengklarifikasi “faktor tambahan” Hopkins, yang kemudian dikenal sebagai vitamin A. Ahli kimia Swiss, Paul Karrer, menjelaskan struktur kimia vitamin A pada tahun 1931, dan Harry Holmes bersama Ruth Corbet mengkristalkan vitamin A pada tahun 1937. Pada tahun 1946, David Adriaan van Dorp dan Jozef Ferdinand Arens mensintesis vitamin A, dan kemudian Otto Isler dan rekan-rekannya mengembangkan metode untuk mensintesis vitamin A dalam skala industri. Salah satu bagian dari teka-teki tersebut, tentang peran vitamin A dalam penglihatan, terpecahkan pada awal 1930-an ketika ahli biokimia George Wald menjelaskan hubungan antara vitamin A dan rhodopsin, pigmen dalam sel fotoreseptor retina yang bertanggung jawab atas persepsi cahaya.

Makanan memang sangat penting untuk menjaga kesehatan mata yang baik dan kesehatan secara umum, yang telah diakui sejak lama. Namun, penemuan vitamin A pada pertengahan abad ke-20 memperjelas peran pentingnya vitamin ini bagi kesehatan mata, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup manusia, seperti yang disebutkan oleh Alfred Sommer dalam jurnal JAMA Ophthalmology tahun 2014. Vitamin A sangat penting untuk mencegah xeroftalmia, penyakit mata akibat kekurangan vitamin A yang ditandai dengan mata kering, serta untuk melawan infeksi yang berbahaya.

Menurut Semba, berbagai penemuan tersebut dan pembentukan International Vitamin A Consultative Group, yang aktif dari 1975 hingga 2006, mendorong lahirnya kebijakan untuk memasukkan vitamin A sebagai salah satu langkah dasar dalam mengatasi isu kelangsungan hidup anak di negara-negara berkembang. Sejak dimulainya program suplementasi vitamin A, jutaan nyawa anak telah diselamatkan melalui upaya UNICEF, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemerintah, dan organisasi lainnya. Di Indonesia, program suplementasi vitamin A sudah terintegrasi dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan dengan mendistribusikan kapsul vitamin A secara gratis di bulan Februari dan Agustus di pos pelayanan terpadu dan pusat kesehatan masyarakat.

Penulis: Redaksi Mediakom

Source link

Exit mobile version