Jakarta, 26 Maret 2024 Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Ditjen P2P mengadakan webinar dengan tema global “Uniting for Glaucoma-Free World” untuk memperingati World Glaucoma Week melalui zoom meeting pada Selasa (26/3/2024). Webinar ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang glaukoma dan juga untuk meningkatkan pengetahuan dari tenaga kesehatan tentang glaukoma, skrining glaukoma, dan tata laksana glaukoma.
Direktur P2PTM Dr. Eva Susanti menekankan tentang pentingnya penyelenggaraan webinar ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan glaukoma agar dunia bebas dari penyakit tersebut. Ia juga menggarisbawahi pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara rutin agar glaukoma bisa dideteksi sejak dini, dan jika ada gejala atau tanda-tanda maka bisa langsung ditangani dengan pengobatan yang tepat.
Dr. Eva juga menjelaskan bahwa glaukoma adalah penyebab kedua dari kebutaan di Indonesia setelah katarak. Namun, kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen dan tidak bisa disembuhkan. Angka kejadian glaukoma diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan harapan hidup masyarakat Indonesia.
Selain itu, Dr. Eva juga mengungkapkan bahwa WHO memperkirakan ada sekitar 57,5 juta orang di seluruh dunia yang terkena glaukoma. Setidaknya 50% dari mereka yang terkena glaukoma di negara maju tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini, dan persentase ini bisa meningkat menjadi 90% di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Glaukoma adalah penyakit yang biasanya tidak menimbulkan gejala. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta deteksi dini glaukoma sangat penting. Semakin cepat glaukoma terdeteksi dan ditangani dengan tepat, maka semakin kecil risiko kebutaan bagi penderitanya.
Dr. Fifin Luthfia, narasumber dalam webinar tersebut, menegaskan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Glaukoma menyumbang sebanyak 12,3% dari total kasus kebutaan. Dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sekitar 3,2 juta diantaranya disebabkan oleh glaukoma. Di Indonesia, 4 hingga 5 dari setiap 1.000 orang menderita glaukoma.
Glaukoma kronis tidak menunjukkan gejala, berbeda dengan glaukoma akut yang menunjukkan gejala seperti mata merah, nyeri pada mata, pandangan kabur, mual dan muntah, melihat pelangi atau lingkaran cahaya, serta penyempitan lapang pandang.
Selain itu, Dr. Evelyn, narasumber lainnya, menekankan pentingnya skrining glaukoma untuk deteksi dini guna meminimalisir risiko kehilangan fungsi penglihatan. World Glaucoma Week 2024 menganjurkan skrining dengan frekuensi berbeda-beda tergantung dari usia pasien.
Dr. Virna Dwi juga sebagai narasumber mengungkapkan bahwa tata laksana glaukoma bertujuan untuk mempertahankan fungsi penglihatan, menjaga kualitas hidup pasien, mencegah penurunan lapang pandang, serta menangani faktor risiko, seperti tekanan bola mata.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (DJ)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid