Jakarta (ANTARA) – Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Arfin Sudirman, mengatakan bahwa upaya pemerintah menggunakan pendekatan gereja untuk membebaskan pilot Philip Mark Mehrtens yang masih disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) bertujuan agar tidak ada korban sipil.
“Diharapkan dengan menggunakan pendekatan identitas ini, pihak kelompok kriminal bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya akan lebih mendengarkan tuntutan pemerintah karena pihak yang memiliki kedekatan identitas umumnya memiliki pengaruh yang lebih tinggi daripada negara,” kata Arfin ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Kamis malam.
Arfin menjelaskan bahwa pendekatan berbasis identitas seperti agama atau etnis kadang-kadang dapat digunakan sebagai alternatif dari pendekatan represif yang biasa dilakukan oleh negara untuk membebaskan sandera.
“Pendekatan semacam ini biasanya dilakukan di daerah konflik di mana penculikan sering terjadi. Sebagai contoh, ketika tokoh-tokoh Muslim Sunni Arab meminta pembebasan aktivis perdamaian Kristen yang diculik saat konflik di Irak tahun 2005,” ujarnya.
Arfin juga mencontohkan bahwa pendekatan berbasis agama pernah digunakan dalam peristiwa penyanderaan di Haiti, di mana Paus Fransiskus memohon agar para penculik membebaskan seorang biarawati yang disandera oleh kelompok bersenjata di Port-au-Prince.
Oleh karena itu, Arfin menilai bahwa pendekatan gereja yang digunakan pemerintah bertujuan untuk menghindari korban sipil, terutama pilot Philip asal Selandia Baru.
“Meskipun hal tersebut tergantung pada siapa tokoh agama yang diminta oleh pemerintah untuk melakukan upaya persuasif,” katanya.
Arfin juga mengatakan bahwa upaya pemerintah tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan Selandia Baru.
“Upaya Indonesia cenderung lebih memprioritaskan keselamatan pilot Philip sebagai individu yang perlu dilindungi demi menjaga hubungan baik dengan Selandia Baru, dan menunjukkan keprofesionalan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia dalam operasi pembebasan sandera pilot Philip,” kata Arfin.
Selain itu, ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Selandia Baru bahwa pendekatan persuasif harus didahulukan daripada pendekatan represif dalam upaya membebaskan pilot Philip.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto bersama tiga tokoh dari Nduga, Papua, membahas upaya pembebasan pilot Philip Mark Mehrtens yang disandera oleh KKB melalui pendekatan gereja.
“Pihak ketiga dari Nduga juga ingin membantu, terutama dengan pendekatan gereja yang bisa membantu agar pilot Philip Merthens bisa segera dibebaskan,” kata Hadi saat ditemui di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Pendekatan gereja dipilih karena mayoritas penduduk di Papua menganut agama Kristen dan Katolik.
Melalui pendekatan gereja, pihak bisa lebih mudah berkomunikasi dengan para penyandera untuk membebaskan pilot tersebut.
Hadi tidak menjelaskan secara rinci metode pendekatan gereja yang dimaksud. Dia hanya menyebutkan bahwa ini masih dalam tahap perencanaan dan belum diwujudkan.
“Ini hanya sebatas pembicaraan dan diharapkan dari situ mereka juga bisa bertindak di lapangan,” kata Hadi.
Pilot pesawat Susi Air Phillip Mark Mehrtens disandera oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023 setelah mendarat di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Pesawat yang dioperasikannya kemudian dibakar oleh KKB.
Pemerintah dan aparat keamanan telah melakukan berbagai upaya pembebasan, termasuk melalui pendekatan persuasif yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024