Sunday, September 21, 2025

Kementerian Koordinator PMK Menyusun Rekomendasi Terkait Lonjakan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Share

- Advertisement -

– Satuan pendidikan tidak lagi menjadi tempat yang aman. Kekerasan terus terjadi di satuan pendidikan, baik itu di sekolah maupun perguruan tinggi. Berdasarkan Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying).

Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Modernisasi Beragama Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito mengatakan, angka kekerasan di satuan pendidikan terus mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Jenis kekerasan tersebut pun beragam, mulai dari fisik, psikis, hingga seksual.

Merujuk data Simfoni PPA KemenPPPA, hingga September 2023, terdapat 12.736 anak yang mengalami kekerasan. Angka kekerasan tersebut sudah lebih dari separuh angka kekerasan pada tahun 2022, yang mencapai 21.241 korban. Padahal, tahun 2023 masih beberapa bulan lagi.

Kemudian, jika didetailkan lagi, dari 12.736 anak yang mengalami kekerasan, 1.263 anak diantaranya mengalami kekerasan di sekolah dengan jumlah kasus mencapai 1.027 kasus.

“Secara data, grafik kekerasan ini terus naik. Hal ini menjadi perhatian kami, bagaimana ke depannya kekerasan ini dapat kita hindari di satuan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman,” tuturnya dalam Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Selasa (24/10).

Oleh karena itu, kata dia, dalam seminar ini dihadirkan para narasumber dari kementerian dan lembaga terkait. Termasuk kepala dinas pendidikan dan kakanwil Kemenag melalui daring.

Dia berharap, masalah terkait kekerasan di satuan pendidikan dapat terurai. Mengingat, sudah banyak peraturan terkait kekerasan ini namun kasus masih tetap terjadi. Misalnya perlu pendidikan orang tua dan keluarga perlu dimasukkan dalam kurikulum menjelang pernikahan, mendidik anak ketika balita, atau bekerja sama dengan psikolog untuk pendidikan di sekolah.

“Dengan demikian, dapat diketahui apa yang kurang dan perlu ditindaklanjuti secara detail,” ungkapnya.

Dengan masukan-masukan tersebut, pihaknya dapat menindaklanjutinya dalam program prioritas tahun depan. Sehingga, diharapkan kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan dapat berkurang. Mengingat kekerasan ini dapat berdampak negatif bagi anak, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Secara fisik, kekerasan dapat menyebabkan anak mengalami luka-luka, bahkan kematian. Secara psikologis, kekerasan dapat menyebabkan anak mengalami trauma, kecemasan, dan depresi. Secara sosial, kekerasan dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan bersosialisasi dan memiliki rasa percaya diri yang rendah.

Dalam kesempatan yang sama, Inspektur II Kemendikbudristek Sutoyo menjelaskan, ada tiga dosa besar di satuan pendidikan yang berusaha dihapus oleh pihaknya. Ketiganya adalah kekerasan seksual, perundungan (bullying), dan intoleransi.

Untuk kasus kekerasan seksual, kata dia, paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Tercatat, terdapat 65 kasus yang ditangani oleh pihaknya. Disusul oleh sekolah dasar dengan 28 kasus dan sekolah menengah dengan 22 kasus. “Jika kita bicara tentang kekerasan seksual, perguruan tinggi mendominasi kasusnya,” ungkapnya.

Baca Lainnya

Berita Terbaru