Sunday, September 21, 2025

LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

Share

- Advertisement -

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati seharusnya bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan bawahannya lebih sukses darinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk memandu murid-muridnya untuk mencapai potensi penuh dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara.

LAKSAMANA MUDI TNI (PURN.) KEMAL IDRIS

Aku berusia 17 tahun ketika aku kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi sosok TNI yang sangat terkenal. Pada saat itu, ia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Soeharto. Pak Kemal Idris juga adalah sahabat dari paman saya, Subianto, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika aku bertemu dengannya, Pak Kemal Idris memberitahuku: ‘Aku adalah sahabat terbaik pamanmu. Pamanmu adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup sekarang, pasti dia akan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Kamu seharusnya mengikuti jejak pamanmu, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Aku masih ingat kata-katanya.

Setelah aku mempelajari lebih banyak tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, aku mengerti bahwa ia adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Kemal Idris merupakan batalyon TNI pertama yang memasuki ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Pada saat itu, Pak Kemal Idris adalah seorang Mayor, jadi ia sangat terkenal.

Pada 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pemblokiran Istana. Pak Kemal Idris adalah seorang pria yang berani, sangat pro-rakyat, dan sangat nasionalis. Ia sangat benci akan korupsi hingga ia bahkan dengan berani mengkritik atasannya, sehingga atasan sering menganggapnya sebagai “anak nakal”. Saya bahkan pernah mendengar Pak Harto sekali menyebut nama Pak Kemal Idris dengan senyuman sambil tertawa, ‘Ya, Kemal, ya… Kemal keras kepala.’ Tetapi para atasannya selalu memaafkannya dan selalu melindunginya karena ia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda.

Kemal Idris bertempur melawan pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, ia menjadi sahabat dekat Pak Harto dalam Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan posisi beliau sebagai Pangkostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan kagumi adalah sikap terbuka, ramah, dan humorisnya. Ia selalu jujur dan berpihak pada orang-orang kecil. Tetapi Pak Kemal Idris juga memiliki kekurangan. Ia adalah seorang pria emosional dan sering membuat keputusan tergesa-gesa dan kesimpulan sebelum benar-benar menguasai situasi. Kadang-kadang, sifat ini membuatnya terlibat dalam masalah nyata. Selama hidupnya, ia sering memberikan saya nasihat.

Beberapa jam sebelum meninggal, Asisten Duta Besar mengatakan kepadaku bahwa ia sangat sakit, dan aku mengunjunginya di RS Abdi Waluyo di Menteng, Jakarta. Di dekat tempat tidurnya, ia berbisik kepadaku, ‘Prabowo, teruslah berjuang.’ Kata-kata terakhirnya padaku, ‘Jaga negeri ini, terima kasih.’ Aku memberi hormat kepadanya, dan dalam sekejap, air mata mulai mengalir di wajahku. Itu adalah momen yang penuh emosi. Pada saat itu, aku sudah diberhentikan sebagai Pangkostrad. Aku bisa merasakan getaran jiwanya saat ia mengalami momen terakhir hidupnya.

LAKSAMANA MUDI TNI (PURN.) HARTO DHARSONO

Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu sahabat terkuat Pak Harto. Ia berani memperingatkan Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Ia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasannya dan rekan-rekannya. Ia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Ia sering mengenakan beret Kujang. Ia muncul sebagai sosok pahlawan yang diidolakan. Ia diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda Jakarta.

LAKSAMANA MUDI TNI (PURN.) H.R. DHARSONO, yang akrab disapa Pak Ton, dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga adalah sahabat dari paman saya, Pak Subianto, dan ayah saya, Pak Soemitro. Ia pernah menjabat sebagai Atase Pertahanan di London dan memiliki karier gemilang dalam TNI. Ia adalah sosok terkemuka di Kodam Siliwangi, yang kemudian dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono menonjol sebagai komandan batalyon. Saat pemberontakan G30S/PKI terjadi, ia menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, ia menggantikan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie dan menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969.

Pada masa itu, ia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Ia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Ia sering mengenakan beret Kujang. Ia diidolakan sebagai sosok pahlawan, terutama oleh pem

uda Jawa Barat dan gerakan pemuda di ibu kota Jakarta. Selama era Orde Baru, ia adalah salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Ia berani memperingatkan, mengkritik, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Ia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasan dan rekan-rekannya. Akibatnya, ia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjarakan. Saat itu, saya masih seorang perwira junior. Saya khawatir karena saya tahu bahwa ia difitnah mungkin oleh segelintir orang di dalam angkatan darat yang tidak menyukainya.

Ketika ia berada di penjara, saya masih seorang Letnan Dua. Saat saya mengikuti kursus dasar spesifik jenis di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian, ketika saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Saat itu, saya bertanggung jawab membangun markas Detasemen 81 di Jakarta dan memilih kontraktor dan subkontraktor. Saya belajar bahwa sekelompok pemuda Bandung mendirikan perusahaan mebel dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Lalu saya dimarahi oleh salah satu perwira atasan saya, yang mengatakan, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…’

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru