Pada suatu hari di Istana Konstantinovsky yang megah di St. Petersburg, Rusia, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menandatangani nota kesepahaman strategis dengan mitra Rusianya di hadapan Presiden Prabowo Subianto. Tidak seperti yang mungkin diharapkan, langkah ini mengawali babak baru dalam diplomasi digital Indonesia dengan Rusia, bukan dengan Amerika atau China.
Keputusan untuk menjalin kemitraan dengan Rusia mungkin terdengar aneh namun memiliki dasar yang logis. Rusia dikenal karena keberhasilannya dalam menyediakan internet cepat dan terjangkau bagi penduduknya. Tarif broadband di Rusia hanya sekitar Rp95.000 hingga Rp160.000 per bulan dan sudah menjangkau 92 persen populasi mereka.
Melihat pencapaian Rusia dalam menyediakan akses internet yang merata, Indonesia yang masih berjuang untuk mencapai hal yang serupa di wilayah 3T, melihat kemitraan ini sebagai inspirasi yang menggoda. Namun, pertanyaan pun muncul, apakah keputusan ini merupakan langkah cerdas untuk mempercepat transformasi digital Indonesia, ataukah sebuah risiko geopolitik yang tinggi? Semua pertanyaan ini menjadi relevan dan penting untuk dipertimbangkan dalam pertimbangan mendukung langkah-langkah digital Indonesia ke depan.
