Friday, January 24, 2025

LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [FIRST MARSHALL TNI POSTHUMOUS ISWAHJUDI]

Share

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman yang dilakukan oleh organisasi mereka di masa lalu.

Kisah heroik Iswahjudi merupakan sorotan lain dalam sejarah TNI Angkatan Udara Indonesia. Dia adalah pionir Angkatan Udara bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota sebuah organisasi militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman dari para pendahulunya.

Dengan mengetahui masa lalu mereka, anggota akan lebih terinspirasi dalam menjalankan tugas mereka. Kita tahu bahwa setiap unit militer memiliki karakter, identitas, bahkan psikologi yang khas.

Sebuah unit militer terdiri dari sekelompok orang yang selalu berhadapan dengan bahaya. Mereka harus siap untuk kemungkinan gugur di medan pertempuran setiap saat. Mereka dilatih untuk dikerahkan ke medan pertempuran dan melaksanakan misi-misi yang sulit.

First Marshall Posthumous Iswahjudi lahir di Surabaya pada tahun 1918. Iswahjudi juga dikenal sebagai pionir TNI AU Indonesia bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Dia aktif terlibat dalam militer sejak usia muda, seperti dalam Korps Aviator Sukarelawan (Vrij-Wilig Vliegers Corps atau VVC), yang dibentuk untuk membela pemerintah Belanda dari serangan Jepang. Pada satu kesempatan, dia diangkat sebagai satu-satunya sukarelawan Indonesia yang menjadi agen untuk Sekutu dalam misi rahasia di Jawa.

Dia juga tercatat sebagai kadet pertama Sekolah Penerbangan Adisoetjipto. Karir penerbangannya sangat cemerlang. Pada masa pasca-kemerdekaan, ia menjadi mahasiswa penerbangan di Maguwo. Pada Desember 1945, Iswahjudi bergabung dengan Angkatan Udara Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Adisoetjipto di Yogyakarta.

Iswahjudi kemudian diangkat sebagai Komandan pangkalan udara Maospati, di Madiun, pada tahun 1947, karena dedikasinya yang tanpa pamrih. Selanjutnya, pada akhir tahun 1947, Iswahjudi diangkat untuk memimpin pengembangan pangkalan udara Bukittinggi.

Setelah itu, Iswahjudi diutus bersama Halim Perdanakusuma untuk mengambil kembali pesawat Avro Anson VH-BBY yang baru saja dibeli oleh pemerintah Indonesia. Namun, dalam perjalanan pulang pada 14 Desember 1947, mereka menghadapi cuaca buruk di Selat Malaka. Pesawat jatuh ke puncak pohon di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia. Keduanya gugur dalam tugas.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru