Wednesday, June 18, 2025

GENERAL TNI (RET.) WISMOYO ARISMUNANDAR

Share

- Advertisement -

Pak Wismoyo adalah seorang komandan yang sangat memengaruhi saya. Ajarannya memengaruhi saya secara pribadi. Ajaran utamanya kepada para bawahannya adalah untuk selalu berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berpikir buruk tentang orang lain. Itulah ajarannya yang selalu saya ingat di hati saya. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang dia ajarkan sangat berguna dan sejalan dengan budaya Indonesia dan budaya TNI.

Beliau mengatakan bahwa pria yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena anak buahnya selalu melaksanakan perintah dari komandannya. Saya pertama kali bertemu dengan Pak Wismoyo Arismunandar ketika saya bergabung dengan KOPASSANDHA. Beliau bertugas sebagai Deputi Asisten Keamanan (Waaspam) KOPASSANDHA dengan pangkat Letnan Kolonel, sedangkan saya adalah Letnan Dua. Saat itu, saya baru mengetahui bahwa beliau adalah ipar Pak Harto. Istrinya adalah adik perempuan Ibu Tien Suharto. Awalnya, saya tidak terlalu dekat dengannya. Namun pada tahun 1978, beliau menjadi Komandan kami di Grup 1 KOPASSANDHA. Saat itu, saya adalah Komandan Kompi 112. Jadi saya mulai mengenal Pak Wismoyo Arismunandar.

Beliau adalah seorang komandan yang sangat memengaruhi saya. Credonya ‘Berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik’ memengaruhi saya secara pribadi. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya menginginkan keburukan kepada orang lain. Itulah ajarannya yang selalu saya ingat di hati saya. Beliau selalu menilai semangat yang baik dan humor yang baik. Oleh karena itu, beliau selalu mendorong kami untuk penuh semangat, penuh antusiasme, dan juga memberikan tepuk tangan dengan murah hati setiap kali situasi mengharuskannya. Banyak senior dan rekan-rekan mengolok-oloknya karena begitu memperhatikan masalah-masalah sepele seperti tepuk tangan. Mungkin bagi mereka, itu terlihat sepele. Bagi saya, saya rasa beliau benar. Untuk membuat pasukan dan diri kita bahagia dan penuh semangat, kita harus mulai dengan memperhatikan hal-hal sepele tersebut.

Saat saya masuk Kongres Amerika Serikat, saya perhatikan anggota Kongres Amerika Serikat selalu menyambut Presiden Amerika Serikat dengan tepuk tangan meriah. Hampir semua orang memberikan standing ovation. Anggota DPR juga menyambut Presiden Indonesia dengan tepuk tangan saat masuk ke ruang Rapat Paripurna DPR. Namun tepuk tangan tersebut biasanya redup. Kurang antusias dan penuh semangat. Saya anggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Ia mengatakan bahwa pria yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur dan menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena mereka selalu melaksanakan perintah komandannya dari hari ke hari.

Oleh karena itu, bagi beliau tidak masalah apakah nyanyian Komandan itu bagus atau buruk. Yang penting adalah niatan Komandan tersebut untuk menghibur anak buahnya. Itulah mengapa beliau juga sering berlatih bernyanyi. Suatu hari, ada sebuah upacara di KOPASSUS. Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), beliau bertindak sebagai inspektur upacara. Saat itu, saya menjabat sebagai Komandan Pusat Diklat KOPASSUS (Danpusdik). Saya adalah komandan lapangan pada upacara tersebut. Sebelum upacara, saya memiliki firasat bahwa Pak Wismoyo akan menyuruh saya untuk bernyanyi. Oleh karena itu, saya berlatih bernyanyi di rumah sehari sebelum upacara. Saya memanggil seorang pemain keyboard dan sering bernyanyi di KOPASSUS. Saya berlatih menyanyikan lagu Ambon berjudul, O Ulate: lagu yang ceria, upbeat, dan tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Selama beberapa dekade, lagu tersebut selalu menjadi pilihan lagu saya. Pemain keyboard memberitahu saya bahwa Pak Wismoyo juga mengundang mereka ke KOPASSUS untuk acara besok. Sungguh kebetulan yang luar biasa. Alam semesta berpihak kepada saya saat itu. Jadi saya meminta dia untuk memberi sinyal kepada saya kapan saya harus mulai bernyanyi setelah musik dimainkan, tetapi kami harus pura-pura tidak mengenal satu sama lain.

Insting saya benar. Setelah upacara, musik mulai dimainkan. Pak Wismoyo kemudian mencari saya, memanggil saya, dan memerintahkan saya untuk bernyanyi. Saya bilang saya siap. Orang-orang kemudian tertawa melihat saya. Saya dianggap penyanyi buruk dan akan gugup di atas panggung. Namun, mereka langsung terkesan ketika saya mulai bernyanyi. Mereka tidak tahu bahwa saya telah berkoordinasi dengan pemain keyboard sehari sebelumnya.

Filosofi yang saya pelajari dari ajaran Pak Wismoyo adalah bahwa pria yang berani harus bahagia dan penuh semangat. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana yang bahagia. Oleh karena itu, Pak Wismoyo selalu menyarankan, antara lain, bahwa saat anak buahnya berkumpul, pemimpin harus hadir di tengah-tengah mereka. Jika anak buahnya bernyanyi, pemimpin harus ikut bernyanyi meskipun suaranya tidak sebagusnya. Jika anak buahnya suka menari, ia juga harus menari bersama mereka. Jika anak buahnya suka musik dangdut, begitu juga pemimpin. Jika anak buahnya suka tari poco-poco, pemimpin harus melakukan itu dan tidak hanya duduk dan menonton. Jika seorang pemimpin melakukan ini, ia akan sangat dihargai oleh anak buahnya, dan ikatan tersebut menjadi lebih kuat. Itulah yang selalu ditekankan oleh Pak Wismoyo, ‘kesatuan antara pemimpin dan anak buahnya’.

Oleh karena itu, saya juga selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang bahagia. Pada saat yang tepat, harus ada musik, semua orang harus ceria, dan harus keras; semua orang harus bersenang-senang, menikmatinya. Pak Wismoyo jarang marah, bahkan jika beliau marah pada seseorang; beliau adalah orang yang pemaaf. Beliau sering memberikan kesempatan kedua, atau bahkan ketiga, kepada siapa pun yang melakukan kesalahan. Ada semboyan yang sering saya referensikan bahkan sampai sekarang. Saya bahkan menerapkan semboyan ini di GERINDRA. Semboyannya adalah: disiplin adalah napas saya, loyalitas adalah jiwaku, kehormatan adalah segalanya. Pelajaran berikutnya adalah ojo ngerasani wong. Artinya jangan berbicara buruk tentang orang lain. Beliau sering mengutip nasihat Pak Harto: Ojo adigang, adigung adiguna. Sesuai dengan pepatah tersebut, janganlah sombong.

Selain memberikan ajaran-ajaran filosofis, beliau juga memberikan contoh bagi kami. Suatu saat, kami memiliki latihan di Lampung, dan kami sedang melaksanakan terjun payung. Beliau bersikeras untuk ikut bersama kami dan ikut serta meskipun kakinya terluka. Sebelum mendarat, kami berinisiatif untuk mengarahkannya untuk mendarat di kolam rawa kecil. Lebih baik baginya untuk basah daripada memperparah cederanya. Beliau suka melakukan olahraga; berenang, voli, dan menembak. Beliau terutama pandai menembak. Beliau juga mendorong saya untuk belajar menembak. Terlebih lagi, sebagai anggota Kostrad, kita harus pandai menembak. Kita harus belajar menembak pistol, karabin, senapan serbu, dan senapan runduk. Kita akan menjadi bahan tertawaan jika kita, sebagai anggota Kostrad, yang insignianya adalah dua senapan bersilang di bahu dan leher seragam, tidak bisa menembak. Sejak saya menjadi kapten, berkat latihan terus-menerus, saya berhasil menjadi salah satu penembak terbaik di KOPASSUS dan KOSTRAD. Ketika beliau menjadi Kepala Kostrad dan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), beliau sering meminta saya untuk bergabung dalam timnya di setiap kompetisi menembak. Selain saya, beliau juga selalu menyertakan Tono Suratman, Rasyid Qurnuen Aquary, Syaiful Rizal, Zamroni dalam tim menembak KASAD.

Ada satu hal lagi yang membuat saya terkesan. Saat saya hendak berangkat untuk operasi pertama saya sebagai Komandan Kompi pada akhir Oktober 1978, pukul 20:00, malam sebelum saya terbang pada pukul 04:00 dari Bandara Halim Perdanakusuma, beliau memanggil saya ke rumahnya di Cijantung. Beliau bertanya tentang persiapan saya untuk operasi tersebut. Saya menjelaskan bahwa segalanya sudah disiapkan: senjata, peluru, kompas, obat-obatan, ransum, logistik. Namun beliau masih bertanya apa lagi yang harus saya persiapkan. Beliau mengulangi beberapa kali. Saya bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan ini karena saya sudah menyebutkan semua perlengkapan. Kemudian beliau menjelaskan poinnya. Beliau mengatakan bahwa saya masih muda dan saya bertanggung jawab atas nyawa 100 prajurit dan bahwa kita semua akan menghadapi risiko cedera atau kematian. Oleh karena itu, beliau mengingatkan saya sebagai seorang komandan bahwa saya harus dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Lalu beliau memasuki kamarnya…

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru