Sejumlah akademisi dan pakar dari berbagai kalangan telah menyampaikan pendapat dan sikap mereka tentang Pemilu 2024 dalam forum “Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu” di Jakarta, pada hari Jumat.
Prof. Ramlan Surbakti, seorang Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya, menyatakan bahwa Pemilu harus dinilai bukan hanya dari hasilnya, tetapi juga dari sejumlah indikator. Beliau mengusulkan delapan parameter untuk menilai sebuah Pemilu, termasuk jaminan hukum pemilu yang demokratis, kesetaraan warga negara dalam daftar pemilih, kesetaraan dalam pemungutan suara, persaingan yang bebas dan adil antarpeserta pemilu.
Indikator lainnya untuk menilai Pemilu yang demokratis termasuk penyelenggaraan pemilu yang mandiri, profesional, berintegritas, efektif, partisipasi pemilih, serta proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara. Beliau juga menekankan bahwa sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu harus adil dan tepat waktu, sehingga semua pihak dapat terlibat tanpa kekerasan.
Forum yang diinisiasi oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah dan Yayasan Kebajikan Publik (Public Virtue Research Institute) ini dihadiri oleh kalangan ahli dari berbagai bidang, seperti hukum, HAM, politik, sejarah, sosiologi, antropologi, dan keamanan.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa dalam ruang demokrasi, semua proses harus dilakukan dengan baik. Ia juga menyoroti pentingnya konstitusionalisme dan mengecam nepotisme sebagai musuh demokrasi.
Terkait dengan Mahkamah Konstitusi, Zainal menekankan bahwa lembaga peradilan tersebut tidak hanya melakukan penghitungan hasil pemilu, tetapi juga harus melihat substansi yang lebih berharga daripada formalitas penghitungan.
Selain itu, Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid, menegaskan perlunya menjaga konstitusionalisme di tengah kondisi bangsa yang tidak stabil. Beliau berharap sidang Mahkamah Konstitusi dapat menjadi momentum untuk memulihkan kepercayaan publik dan mengembalikan nama baik Mahkamah Konstitusi.
Pakar hukum dan HAM dari PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, menekankan pentingnya putusan Mahkamah Konstitusi yang berpihak pada supremasi etika kenegaraan dan melihatnya sebagai kesempatan untuk membangkitkan kepercayaan publik.
Demikian pula, Prof. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa para hakim Mahkamah Konstitusi harus dianggap sebagai “guardian of constitution” karena memiliki wewenang yang besar untuk menghadirkan keadilan substantif.
Semua pakar sepakat bahwa sistem penyelenggaraan pemilu perlu diperbaiki guna memastikan Pemilu yang adil dan demokratis di masa yang akan datang.