Monday, December 9, 2024

Berbagai Dampak Kelebihan Gula – Sehat Negeriku

Share

Berbagai makanan olahan, baik yang berasa manis atau tidak, kemungkinan besar mengandung gula tambahan. Waspadai berbagai penyakit yang mengintai.

Umat Islam biasanya akan merayakan lebaran dengan suguhan berbagai macam makanan dan minuman manis. Namun, di balik rasa manisnya, sejumlah bahaya mengintai. Makanan dan minuman yang mengandung kadar gula tinggi, baik yang berasal dari gula bebas maupun pemanis buatan, bisa berdampak buruk pada kesehatan Anda.

Gula secara alami ada di semua makanan yang mengandung karbohidrat, seperti buah-buahan, sayuran, dan produk susu. Mengonsumsi makanan utuh yang mengandung gula alami itu baik bagi tubuh. Karena tubuh mencerna makanan ini secara lambat, gula alami di dalam makanan itu menawarkan pasokan energi yang stabil ke sel tubuh. Asupan tinggi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian telah terbukti mengurangi risiko penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.

Masalah muncul ketika Anda mengonsumsi terlalu banyak gula tambahan, yaitu gula yang ditambahkan ke dalam produk makanan untuk meningkatkan rasa atau memperpanjang masa penyimpanan. Anda sadari atau tidak, makanan seperti kue, kue kering, permen, minuman ringan, jus buah, dan sebagian besar makanan olahan mengandung gula tambahan. Namun, gula tambahan juga terdapat pada makanan yang mungkin tidak manis, seperti sup, roti, daging yang diawetkan, dan saus tomat.

Dampak paling umum dari gula berlebih adalah obesitas dan penyakit metabolik. Konsumsi makanan atau minuman tinggi gula termasuk faktor yang berkontribusi dalam penambahan berat badan seseorang. Menurut Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, obesitas berisiko dua kali lipat mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus (kencing manis), dan hipertensi (tekanan darah tinggi).

Penderita obesitas juga berisiko tiga kali lipat terkena batu empedu dan mengakibatkan terjadinya sumbatan napas ketika sedang tidur. Selain itu, obesitas berisiko meningkatkan lemak dalam darah dan asam urat serta menurunnya tingkat kesuburan. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022, sekitar 2,5 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan, termasuk lebih dari 890 juta orang dewasa yang hidup dengan obesitas. Obesitas juga merupakan faktor risiko utama 85 persen pasien dengan diabetes melitus tipe II, gangguan metabolisme kronis karena pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin untuk mengendalikan jumlah glukosa dalam darah sebagai akibat dari makan makanan tinggi gula.

Saat mengonsumsi makanan manis berlebihan, dapat muncul proses glikasi, ikatan yang terbentuk antara gula dengan protein atau lemak. Reaksi glikasi ini menghasilkan senyawa berbahaya yang disebut produk akhir glikasi lanjutan (AGEs) berupa protein atau lipid terglikasi.

Penelitian Chun-yu Chen dkk., yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Medicine (Lausanne) tahun 2022, menunjukkan bahwa AGEs tidak hanya mengurangi elastisitas kulit, menumpuk pigmen, dan menghasilkan perubahan penampilan seperti keriput, tetapi juga menghancurkan pelindung kulit, menyebabkan kematian sel-sel yang berhubungan dengan kulit, dan memicu peradangan. AGEs tidak dapat dipulihkan dan sulit dimetabolisme.

Menurut Nathan M. D’cunha dkk., dalam jurnal Nutrients pada 2022, makanan ultra-proses dan beberapa teknik kuliner, seperti metode memasak kering, merupakan sumber utama dan pemicu AGEs dalam makanan. Studi menunjukkan bahwa peningkatan AGEs yang menyebar berhubungan dengan gangguan kognitif dan meningkatkan risiko demensia.

Penelitian D’cunha dkk. terhadap 144 orang dengan demensia menemukan tingkat AGEs yang lebih tinggi yang berhubungan dengan mobilitas fungsional dan perkembangan menjadi demensia dalam satu tahun. Selain itu, penelitian awal menunjukkan bahwa akumulasi AGEs pada kulit yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan gangguan mental, terutama depresi dan skizofrenia. Mekanisme potensial yang mendasari efek AGEs termasuk peningkatan stres oksidatif dan peradangan saraf, yang keduanya merupakan mekanisme patogenik utama yang mendasari degenerasi saraf dan gangguan mental. Mengurangi asupan makanan yang mengandung AGEs dapat memperbaiki hasil gangguan neurologis dan mental.

Gula bukanlah zat karsinogenik atau zat penyebab kanker. Namun, konsumsi gula yang berlebihan, terutama gula tambahan pada minuman dan makanan olahan, dapat berkontribusi terhadap obesitas, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kanker. Menurut Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, mengonsumsi gula berlebih akan menyebabkan obesitas sehingga berisiko tinggi mengakibatkan penyakit kanker. Laki-laki berisiko tinggi menderita kanker usus besar dan kelenjar prostat, sedangkan wanita berisiko tinggi untuk menderita kanker payudara dan leher rahim.

Bahaya dari makanan dan minuman manis ini memang tidak langsung dirasakan oleh tubuh. Namun, membiarkan makanan tinggi gula merusak tubuh Anda tentulah tidak baik. Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi asupan makanan dan minuman manis, terutama di saat lebaran, seperti memperbanyak konsumsi air putih, memilih buah yang segar atau beku sebagai camilan, menghentikan konsumsi minuman soda dan ganti dengan air biasa, serta membatasi penggunaan gula putih, cokelat, sirup, atau madu sebagai pemanis.

Penulis: Redaksi Mediakom

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru