Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengidentifikasi beberapa kerentanan dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia pada 10 Maret 2024. Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menyebutkan kerentanan tersebut meliputi masalah waktu pemungutan suara, kesesuaian surat suara atau logistik pemilu, serta kerentanan terkait pemilih, saksi, dan/atau penyelenggara.
“Pengawas pemilu melakukan pengawasan konstan untuk memastikan PSU dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk ketersediaan logistik, akurasi data, dan ketentuan khusus terkait PSU,” ucap Lolly dalam pernyataan resmi di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, lanjut Lolly, pengawas pemilu juga berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara intensif untuk mengantisipasi kerentanan sejak dini dan menyosialisasikan PSU kepada Warga Negara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur baik secara langsung maupun daring.
Langkah-langkah ini bertujuan agar pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) PSU Kuala Lumpur dapat menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) atau Kotak Suara Keliling (KSK).
“Semua strategi ini dilakukan untuk memastikan keberlangsungan PSU, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dan partisipasi masyarakat tetap terjaga,” tegasnya.
Lolly juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kerentanan terkait waktu pemungutan suara, seperti potensi pemungutan suara dimulai sebelum pukul 08.00 waktu setempat, penutupan pemungutan suara dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan (sebelum pukul 18.00 waktu setempat), dan/atau pembukaan Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri (DPKLN) lebih awal dari yang dijadwalkan.
Selain itu, terkait surat suara atau logistik pemilu, lanjutnya, terdapat potensi masalah seperti surat suara yang tidak sesuai dengan persyaratan (lebih dari 2 persen per TPSLN atau KSK), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang tidak menandatangani surat suara, DPTLN tidak terpampang di sekitar TPSLN atau KSK, pembukaan kotak suara sebelum proses penghitungan, dan/atau ketiadaan alat bantu disabilitas netra (braille template).
Lolly juga menyebutkan beberapa kerentanan terkait pemilih, saksi, dan/atau penyelenggara. Terkait pemilih, ada potensi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPTLN PSU memilih di TPSLN atau KSK, pemilih yang terdaftar dalam DPTLN tidak membawa dokumen identitas (KTP, paspor, atau Surat Laksana Perjalanan Dinas), dan pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali.
Dari sisi saksi, kata Lolly, terdapat kerentanan seperti saksi yang mengenakan atribut calon pemilih. Sedangkan dari sisi penyelenggara, ada potensi KPPSLN tidak mencatat peristiwa khusus pada formulir kejadian khusus, merusak surat suara yang telah digunakan oleh pemilih, dan/atau mencoblos sisa surat suara.
Adapun terkait manajemen penyelenggaraan, terdapat potensi gangguan ketertiban akibat pengaturan nomor antrian tidak sesuai dengan nomor kedatangan atau adanya penumpukan DPK yang telah selesai antre namun harus menunggu masuk ke TPSLN satu jam sebelum pemungutan suara ditutup.
Pemilu ulang di Kuala Lumpur dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran pidana oleh salah satu dari tujuh mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia. Selain itu, proses pemilu di Kuala Lumpur dianggap melanggar administrasi karena tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
Peraturan ini menetapkan bahwa PSU di TPS maksimal 10 hari setelah hari pemungutan suara, yaitu pada 24 Februari 2024.