Solo, 29 Februari 2024
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti perlunya perbaikan pada layanan rujukan rumah sakit di Indonesia. Layanan ini tercakup dalam dua pilar transformasi kesehatan, yaitu Pilar 1 Transformasi Layanan Primer dan Pilar 2 Transformasi Layanan Rujukan.
Menteri Budi menegaskan bahwa prinsip rujukan harus bersifat humanis, bukan sekadar administratif. “Pertama, rujukan harus disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan penyakit,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah Jawa Tengah pada Rabu (28/2).
Kedua, layanan rujukan rumah sakit perlu disesuaikan dengan kompetensi fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu menangani jenis penyakit tersebut. Ketiga, akses pelayanan harus cepat dan dekat. Artinya, jika puskesmas dapat memberikan layanan yang memadai, pasien tidak perlu dirujuk ke rumah sakit.
Menurut Menkes Budi, selama ini sistem rujukan di Indonesia cenderung bersifat administratif. Karena itu, Menkes berkomitmen untuk melakukan perubahan terhadap layanan rujukan di Indonesia. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, Menkes menyambut baik masukan dari berbagai pihak.
Saat ini, perubahan dalam layanan rujukan sudah mulai diterapkan, khususnya untuk pelayanan kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU). Contohnya, pada pasien jantung yang membutuhkan layanan cepat, Menkes Budi akan memastikan puskesmas dilengkapi dengan peralatan seperti elektrokardiogram (EKG), defibrillator, dan obat tenecteplase.
Selain itu, semua dokter umum di puskesmas akan dilatih untuk membaca EKG. Jika diperlukan, hasil EKG dapat dikonfirmasi oleh dokter spesialis jantung. Dokter umum juga akan dilatih untuk memberikan tenecteplase atau enzim yang termasuk dalam golongan obat fibrinolitik.
“Supaya kalau ada serangan jantung, enggak usah nunggu dibawa ke rumah sakit. Prinsipnya gitu kan, biar cepat dan dekat,” kata Menkes.
Menkes juga mengajak semua pihak terlibat untuk berkontribusi dalam memperbaiki cara dan budaya kerja yang baik sehingga Kemenkes dapat meninggalkan perilaku yang merugikan pasien.
Sementara itu, demi mewujudkan transformasi layanan kesehatan primer, Jawa Tengah menerbitkan surat keputusan gubernur sebagai payung hukum untuk melakukan uji coba integrasi layanan primer. “Dari 881 puskesmas, kita sudah dapat melakukan uji coba pada bulan ini dan ke depannya. Sebanyak 281 puskesmas, 331 puskesmas pembantu (pustu), dan 2305 posyandu,” ungkap Yunita Dyah Suminar, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah.
Ia juga berharap dukungan dari Menteri Kesehatan dengan meluncurkan program Penguatan Integrasi Layanan Primer melalui Rapat Kerja Kesehatan Daerah Jawa Tengah Tahun 2024.
Kegiatan ini, yang mengusung tema “Penguatan Integrasi Layanan Primer dan Rujukan di Jawa Tengah,” dihadiri oleh berbagai komponen terkait dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah, termasuk pemerintah daerah, Pusat, TNI/POLRI, swasta, dan masyarakat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email [email protected].
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid