Politisi senior PDIP Maruarar Sirait atau Ara pada Senin (15/1/2024) malam mendatangi kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berlambang kepala banteng. Kedatangannya merupakan kejutan karena ia memutuskan untuk pamit dari partai tersebut. Di kantor DPP PDIP, Ara bertemu dengan Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Adianto dan Rudianto Tjen. Ia menyampaikan terima kasih kepada Megawati Soekarnoputri yang memperbolehkannya berbakti lewat PDIP.
Ara menyatakan akan mengikuti langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pilihan politiknya ke depan. Menurutnya, Jokowi adalah sosok pemimpin yang sangat dipercaya oleh rakyat Indonesia. Ia juga memohon doa restu dan menyampaikan harapannya agar PDIP mendapatkan kader yang lebih baik, loyal, profesional, dan berkualitas darinya.
Saat diminta konfirmasi, apakah Ara akan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mengingat putra bungsu Jokowi adalah ketua umumnya, Ara hanya mengatupkan kedua tangannya. Ketua DPP Partai Golkar, Meutya Hafid juga menyatakan bahwa Golkar terbuka jika Maruarar Sirait ingin bergabung.
Ara tampaknya akan bergabung ke partai politik lain yang berafiliasi dengan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran juga terbuka jika Ara ingin bergabung.
Keputusan Ara untuk keluar dari PDIP merupakan pukulan telak bagi partai tersebut. Ara adalah simbol regenerasi ideologis PDIP, namun ia tidak lagi diberikan ruang di partai tersebut karena dinilai kritis dan dinamis. Pengajar ilmu politik, Ahmad Khoirul Umam, menyarankan agar PDIP segera mengonsolidasikan kembali kekuatan kader-kadernya.
Pamitnya Ara dari PDIP juga dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap gaya kepemimpinan di partai tersebut, di mana para kader muda menjadikan Jokowi sebagai simbol perlawanan terhadap Megawati. Langkah Ara ini perlu dijadikan peringatan serius bagi PDIP agar tidak kehilangan kader-kader muda yang loyal.
Meski mengundurkan diri, Ara tetap menghormati PDIP dan menerima perbedaan pandangan politik. Sebaliknya, Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana, meminta agar keputusan Ara tidak dikaitkan dengan Presiden Jokowi karena merupakan sikap politik pribadi.