Sunday, September 21, 2025

Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

Share

- Advertisement -

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Dokter Ben Mboi, saya bertemu dengannya setelah beliau pensiun. Pensiun dari militer dan juga sebagai gubernur Nusa Tenggara Timur. Di kalangan TNI, beliau dikenal sebagai dokter militer yang ikut serta dengan pasukan baret merah (RPKAD) dalam operasi pembebasan Irian Barat di Merauke. Saat itu, komandan kompi yang diterjunkan adalah Kapten Benny Moerdani yang kemudian menjabat sebagai Menhan dan Pangab pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah dokter yang berada di kompi Pak Benny Moerdani yang ikut terjun dalam operasi di Merauke.

Dari beberapa pertemuan saya dengan Pak Ben Mboi, beliau menceritakan beberapa kisah menarik. Salah satunya adalah tentang saat terjun dari pesawat Hercules ke Irian Barat. Saat itu yang melepas adalah Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal TNI Soeharto yang kemudian menjadi Jenderal dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pak Ben Mboi menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani, termasuk dirinya yang waktu itu berpangkat Letnan Satu, diapelkan di sebelah pesawat Hercules yang mesinnya sudah bunyi. Di bawah desing mesin pesawat yang bising, Pak Harto memberikan sambutan singkat. Katanya, “Sebentar lagi saudara-saudara akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke dalam rangka operasi merebut kembali Irian Barat. Dua tim sebelum kalian sudah diterjunkan beberapa minggu lalu sampai hari ini tidak ada kontak dengan mereka. Kemungkinan kalian tidak kembali lebih dari 50%. Saya beri waktu tiga menit kalau ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat silakan keluar barisan.”

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar barisan. Pak Harto melihat jamnya dan setelah tiga menit memerintahkan semua pasukan agar naik pesawat. Menurut Pak Ben Mboi kepada saya, seandainya Pak Harto memberi lebih dari 5 menit, mungkin banyak yang keluar barisan.

Meskipun agak lucu, cerita itu sangat heroik. Di dalam hati, Pak Ben Mboi benar-benar merasa bahwa jika orang-orang diberi waktu lebih lama untuk berpikir, ada kemungkinan 50% dari mereka tidak akan kembali bertemu dengan keluarga mereka. Mungkin itulah semangat heroisme saat itu yang dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia.

Ada cerita menarik lainnya yang beliau ceritakan setelah pensiun sebagai gubernur. Saat itu, anak buahnya dan stafnya baru menyadari bahwa Pak Ben Mboi sebenarnya tidak memiliki rumah. Mereka kemudian menggalang dana dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah untuk Pak Ben Mboi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak prajurit yang mengabdikan seluruh karirnya untuk negara, namun pensiun tanpa memiliki rumah. Mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi, namun tidak mendapat imbalan yang pantas. Karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, para anak buah ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah untuk komandan mereka setelah komandan mereka pensiun.

Salah satu pelajaran yang saya terima dari Pak Ben Mboi adalah dia mengatakan, “Prabowo, kalau mau jadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa menyarankan 2 hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu, kau tidak akan meleset.”

Kalimat-kalimat itu selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat, mencintai anak buah kita. Dan kita harus menggunakan akal sehat, tidak perlu terlalu berlebihan, karena dengan menggunakan akal sehat, kita biasanya akan berhasil. Dari situlah saya selalu mengingat pepatah Jawa “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Pemimpin tidak hanya merasa mampu, tetapi harus mampu merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filosofi yang sangat mendalam bagi saya. Kata-kata “Love Your People, Use Your Common Sense” dari Pak Ben Mboi, menjadi pegangan saya.

Source link

Baca Lainnya

Berita Terbaru