Sunday, September 21, 2025

Angka Penurunan Bunga Pinjaman Menjadi 0,3% per Hari di Tahun 2024 Dinilai Masih Terlalu Tinggi

Share

- Advertisement -

Jakarta – Layanan Fintech P2P Lending atau pinjaman online (pinjol) dalam bentuk konsumtif akan diturunkan menjadi 0,3% per hari mulai tahun 2024. Langkah ini sesuai dengan diterbitkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

OJK akan menurunkan bunga pinjol konsumtif dari 0,4% per hari menjadi 0,3% per hari mulai tahun 2024. Besaran tersebut akan dikurangi secara bertahap, di mana pada tahun 2025 akan turun menjadi 0,2% per hari dan di 2026 akan menjadi 0,1% per hari. Sedangkan untuk pinjol yang produktif akan turun menjadi 0,1% per hari pada tahun 2024 dan menjadi 0,067% per hari di tahun 2026.

Dengan demikian, jika dihitung secara tahunan, bunga pinjaman konsumtif pada tahun 2024 akan sekitar 108% setahun, pada tahun 2025 akan menjadi sekitar 72% setahun, dan mulai tahun 2026 akan menjadi sekitar 36% per tahun. Namun, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menganggap angka tersebut masih terlalu tinggi.

“Angka 0,1% per hari jangan dilihat secara harian, tapi lihat per bulannya. Jadi jika per bulannya sekitar 3%, maka per tahun akan menjadi sekitar 36%. Padahal suku bunga BI berapa? Jauh sekali. Maka perlu ada upaya dan pengaturan agar bunga pinjol ini menjadi lebih rendah lagi,” kata Heru kepada detikcom, Kamis (16/11/2023).

Menurutnya, bunga pinjol seharusnya sekitar 2-3 kali lipat dari suku bunga Bank Indonesia. Misalnya, jika suku bunga BI sebesar 6%, maka bunga pinjol yang ideal berada di kisaran 12-18% per tahun. Dengan kata lain, bunga pinjol 36% per tahun sama dengan 6 kali lipat suku bunga BI. Jika bunga masih terlalu tinggi, pengembalian dana dapat terus bermasalah.

“Bunga yang tinggi ini juga akan berdampak pada masalah pengembalian. Kita tahu juga bahwa jumlah uang yang dipinjamkan oleh pinjol dan belum dikembalikan jumlahnya triliunan,” katanya.

Huda juga mengingatkan bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat harus transparan. Jangan sampai ada biaya tersembunyi di baliknya.

“Pelaporan dengan biaya yang tidak hilang membuat bunga pinjaman menjadi lebih besar sebelumnya. Termasuk penyebutnya adalah 9% per bulan. Bukan 0,3% sehari. Oleh karena itu, para calon peminjam dapat membandingkan bunga yang ditawarkan oleh pihak lain,” katanya.

Namun demikian, Huda secara positif menyambut pengaturan bunga pinjol oleh OJK dan peluncuran Roadmap Pinjol yang sejalan dengan langkah perlindungan konsumen. Dengan begitu, konsumen akan mendapatkan penawaran bunga yang lebih kompetitif dari platform pinjol.

“Roadmap ini akan menciptakan aturan yang jelas untuk pemain fintech P2P Lending yang sebelumnya terkena isu kartel KPPU. Jadi saya rasa ada pengaturan tentang evaluasi penetapan suku bunga ini setiap 3 bulan dengan para pemangku kepentingan seperti asosiasi pelaku usaha pinjol,” katanya.

Dengan demikian, akan nampak lebih jelas apakah bunga pinjol perlu diturunkan atau justru menurunkan penyaluran dana dari investor ritel. Secara alamiah, P2P Lending memfasilitasi investor ritel yang juga harus diberikan bunga pengembalian yang kompetitif.

“Ini termasuk penyaluran ke peminjam yang sektor produktif di mana pasti akan sulit dengan batas bunga yang relatif rendah. Harapannya dana penyaluran sektor produktif dapat diperoleh dari lembaga baik perbankan maupun non-perbankan,” tambahnya.

(Dikutip dari detikcom)

Baca Lainnya

Berita Terbaru